Rabu, 29 Oktober 2008

Pemilu AS


"Kejutan Oktober" yang Mendebarkan...
Rabu, 29 Oktober 2008 | 00:57 WIB

Perjalanan sejarah pemilu presiden Amerika Serikat tidak bisa dipisahkan dari ”kejutan Oktober”. Dalam beberapa penyelenggaraan pemilu presiden, banyak peristiwa besar terjadi pada bulan Oktober yang membalik peruntungan para kandidat yang bersaing ke Gedung Putih.

Penghentian pengeboman Vietnam Utara, teori konspirasi soal sandera AS di Iran, dan video pemimpin kelompok Al Qaeda, Osama bin Laden, muncul pada bulan Oktober dan mengguncang pemilu AS.

Kini, tujuh hari menjelang pemilu pada 4 November, dua kandidat presiden AS, Barack Obama dari Partai Demokrat dan John McCain dari Partai Republik, harus menahan napas akan kemungkinan terjadinya peristiwa dramatis pada menit-menit terakhir. Sejumlah analis yakin, hanya perlu gangguan di menit terakhir pada masa kampanye ini untuk memaksa pemilih mengevaluasi kembali pilihan mereka.

”Sesuatu akan terjadi. Taruhan saya, Osama bin Laden akan muncul lagi dengan videonya, seperti yang dilakukannya pada pekan terakhir pemilu 2004,” kata Jonathan Alter, kolumnis di majalah Newsweek.

Masih lekat dalam ingatan, pada 29 Oktober 2004, televisi Al Jazeera menayangkan video Osama bin Laden yang menyerukan agar rakyat Amerika kembali pada yang benar, bukan mendukung pembohong di Gedung Putih. Dukungan bagi Presiden George W Bush (Republik) langsung terdongkrak akibat video itu. Dia berhasil menang di Ohio hanya dengan 120.000 suara dan mendepak John Kerry (Demokrat).

”Jika Bin Laden ingin membuat kejutan Oktober tahun 2008, serangan terhadap target ekonomi AS yang signifikan bisa jadi kesempatan paling menggoda,” tulis William Bratton, Kepala Kepolisian Los Angeles, dan RP Eddy, mantan Direktur Kontraterorisme Dewan Keamanan Nasional AS, di New York Daily News.

Konspirasi

Istilah ”kejutan Oktober” muncul pertama kali saat Presiden Lyndon Johnson (Demokrat) mengumumkan penghentian pengeboman Vietnam Utara pada 31 Oktober 1968 hanya lima hari menjelang pemilu. Dia ingin meyakinkan publik bahwa negosiasi dengan Hanoi membuahkan hasil.

Strategi itu tidak berhasil. Kandidat Demokrat, Hubert Humphrey, kalah dengan selisih 0,5 juta suara dari kandidat Republik, Richard Nixon.

Empat tahun kemudian, Nixon kembali menang saat pada bulan Oktober Menteri Luar Negeri Henry Kissinger mengumumkan perdamaian tercipta di Vietnam, kendati Nixon gagal mengakhiri Perang Vietnam pada pemerintahan sebelumnya. Nixon berhasil menyingkirkan George McGovern (Demokrat) dalam kemenangan mutlak terbesar sepanjang sejarah AS.

Kejutan Oktober paling terkenal terjadi tahun 1980. Kampanye pemilu presiden waktu itu dibayangi teori konspirasi tentang penyanderaan warga AS di Iran. Kala itu, surat kabar Washington Post melaporkan, pemerintahan Jimmy Carter (Demokrat) tengah menyiapkan operasi militer untuk menyelamatkan para sandera agar dia terpilih kembali.

Namun, muncul tudingan bahwa saingan Carter, Ronald Reagan (Republik), diam-diam bekerja untuk menghalangi pembebasan sandera. Tudingan itu diperdebatkan selama bertahun-tahun, bahkan setelah penyelidikan Kongres menyimpulkan tidak ada rencana untuk menunda pembebasan sandera.

Tak lama sebelum pemilu, Carter mengumumkan bahwa Teheran tidak akan membebaskan sandera hingga setelah pemilu. Hasilnya, Reagan memetik kemenangan mutlak atas Carter. (afp/fro)

Selasa, 28 Oktober 2008

Republik Kaum Muda


Selasa, 28 Oktober 2008 | 01:39 WIB

Oleh Yudi Latif

Dalam sejarah Indonesia, ide tentang republik (res publica) pertama-tama diperjuangkan oleh kaum muda.

Ide sentral dari republikanisme adalah penemuan kerangka solidaritas politik yang mampu melayani kepentingan umum sekaligus menjamin terjadinya integrasi sosial dari masyarakat yang mengalami ragam perbedaan. Proyek republikanisme berusaha mewujudkan pengakuan politik (political recognition) dan politik pengakuan (politics of recognition) yang menjamin hak individu maupun kesetaraan hak dari aneka kelompok budaya sehingga bisa hidup berdampingan secara damai dan produktif dalam gelanggang republik.

Dalam konteks Indonesia, landas pacu (launchpad) cita-cita republikanisme ini adalah Sumpah Pemuda. Setelah aneka pergerakan etno-religius gagal menyatukan berbagai keragaman posisi, determinasi dan aliran ke front perjuangan bersama (historical bloc), terbitlah kesadaran baru di kalangan pemuda-pelajar dari berbagai daerah untuk mengakui komunitas impian bersama: bangsa Indonesia.

Dalam kerangka kebangsaan Indonesia ini, solidaritas kewargaan tidak didasarkan kesamaan etnis atau keagamaan, tetapi pengakuan hak yang sama atas dasar kesatuan tumpah darah (territorial conception of citizenship): tanah air Indonesia.

Untuk memperkuat solidaritas kewargaan di antara berbagai gugus kebangsaan itu, diperlukan sarana komunikasi politik. Suatu trajektori baru dalam kesadaran nasional memerlukan penarikan batas antara dunia penjajah dan yang terjajah dalam dunia simbolik. Dalam hal ini, para pemuda-pelajar yang terbiasa bertutur dalam bahasa ibunya (bahasa daerah) dan bahasa intelektualnya (Belanda) berkomitmen untuk menjunjung bahasa persatuan: bahasa Indonesia.

Maka, Sumpah Pemuda bisa dilukiskan sebagai ekspresi pembongkaran kreatif (creative destruction). Menerobos kecenderungan serba ragu, konformis, parokialis, dan status quois generasi tua, para pemuda-pelajar, yang semuanya berusia di bawah 30 tahun, datang dengan etos kreatif. Seperti dilukiskan Margaret Boden dalam The Creative Mind, etos kreatif bersendikan kepercayaan diri dan kesanggupan menanggung risiko sehingga memiliki keberanian untuk mendekonstruksi bangunan lama demi konstruksi baru yang lebih baik (Margaret Boden, 1962).

Demikianlah, khitah pergerakan politik kaum muda terletak pada etos kreatifnya. Manakala elemen-elemen kemapanan menyeru pada ”kejumudan” dan ”ego sektoral”, kaum muda menerobosnya dengan menawarkan ide-ide progresif dan semangat republikanisme. Etos kreatif kaum muda inilah yang mengantar Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan.

Elan kreatif kaum muda

Setelah 80 puluh tahun Sumpah Pemuda dicetuskan, krisis nasional dan global yang ditimbulkan elemen-elemen kemapanan, sekali lagi memanggil elan kreatif kaum muda. Sejauh menyangkut pemulihan ekonomi, Richard Florida dalam The Rise of the Creative Class telah melukiskan secara baik peran esensial kreativitas. Bahwa pusat pertaruhan ekonomi saat ini tidak seperti pada transisi dari era pertanian ke industri yang mengandalkan input fisik (tanah dan tenaga manusia), tetapi bersandarkan intelegensia, pengetahuan, dan kreativitas. Kreativitas manusialah satu-satunya sumber daya yang tak terbatas. Negara-negara dengan creative capital yang tumbuh baik, seperti Finlandia, Swedia, Denmark, Belanda, Irlandia, Kanada, Australia, dan Selandia Baru, terbukti memiliki daya saing perekonomian yang lebih kuat.

Isu utamanya di sini, bukan human capital dalam arti konvensional yang hanya diukur berdasarkan pendidikan formal, tetapi pada pemuliaan daya-daya kreatif lewat penyediaan ekosistem yang baik bagi pengembangan kreativitas. Ekosistem kreativitas yang baik merupakan sinergi dari ketersediaan teknologi, talenta, dan toleransi (3T)—dengan tiadanya hambatan bagi ragam ekspresi budaya.

Adapun pelaku utama ekonomi kreatif (the creative economy) tak lain adalah anak- anak muda dengan etos kreatif yang kuat. Itu sebabnya mengapa dalam perekonomian global hari ini, banyak pengusaha sukses yang tumbuh dari orang-orang berusia muda.

Pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia terhambat ekosistem yang tidak kondusif akibat kebijakan dan perilaku politik yang bertentangan dengan prinsip kemaslahatan umum republikanisme. Hal ini bermula saat jagat politik yang dikuasai kaum tua lebih dikendalikan logika kemapanan yang melanggengkan kejumudan ketimbang logika pembaruan yang menumbuhkan kreativitas.

Pemblokiran elan-kreatif kaum muda sebagai pengawal cita-cita republikanisme membuat kekayaan dan keindahan negeri tak sebanding martabat bangsa: kekayaan alam tak membawa kemakmuran, kelimpahan penduduk tak memperkuat daya saing, kemajemukan kebangsaan tak memperkuat ketahanan budaya, keberagaman tak mendorong keinsafan berbudi.

Pelopor politik Indonesia

Karena itu, jagat politik Indonesia harus mengalami kembali proses creative destruction lewat kepemimpinan kaum muda. Kaum muda adalah pelopor politik Indonesia. Mereka pula yang memiliki otentisitas untuk mengembalikan ke rel yang benar. Kaum muda dituntut merobohkan kelaziman politik yang merasionalisasi kepentingan individu untuk dibayar oleh irasionalitas kehidupan kolektif. Politik harus kembali ditempatkan sebagai usaha resolusi atas problem kolektif dengan pemenuhan kebajikan kolektif.

Pada peristiwa Sumpah Pemuda, creative destruction itu didorong semangat nasionalisme negatif-defensif dalam rangka menghadapi musuh dari luar. Creative destruction hari ini harus didorong semangat nasionalisme positif-progresif dalam rangka mengaktualisasikan potensi dan talenta-talenta terbaik bangsa.

Hanya dengan memuliakan potensi kreatif kaum mudalah, Indonesia bisa meraih kejayaannya.

Yudi Latif Pengasuh Pesantren Ilmu Kemanusiaan dan Kenegaraan (Pekik) Indonesia

Lebanon-Suriah


Senandung
Perdamaian Fairouz
Selasa, 28 Oktober 2008 | 01:50 WIB

Tanggal 21 November nanti, Fairouz berusia 73 tahun kurang sebulan. Ia lahir dari sebuah keluarga Maronit di Jabal al Arz atau Bukit Cedar, Lebanon, 21 November 1935. Saat lahir orangtuanya memberinya nama Nouhad Haddad. Sejak masih kanak-kanak, bakat menyanyinya sudah menonjol.

Suatu ketika, seorang musisi terkemuka Lebanon, Halim El Roumi, yang saat itu menjabat sebagai kepala departemen musik di Stasiun Radio Lebanon, mendengar suara Nouhad. Ia begitu terkesan dan meminta Nouhad menjadi anggota paduan suara di radio di Beirut. Tidak hanya itu, Roumi juga secara khusus membuat beberapa komposisi lagu bagi Nouhad.

Sejak saat itulah Nouhad menggunakan nama baru, Fairouz, sebuah kata dari bahasa Arab yang berarti (batu) pirus. Harapan yang terkandung dalam nama itu—batu warna biru-hijau berkilau—terbukti. Namanya semakin bersinar. Bahkan, pada tahun 1960-an, ia dinobatkan sebagai ”First Lady of Lebanese singing”. Ia begitu populer di seluruh Lebanon.

Saat popularitasnya kian menjulang, tahun 1969, lagu-lagunya justru dilarang diputar di radio Lebanon. Larangan itu muncul lantaran ia menolak bernyanyi di hadapan Presiden Aljazair Houari Boumedienne yang saat itu berkunjung ke Lebanon.

Namun, tindakan pemerintah itu justru semakin memopulerkan namanya. Apalagi, Fairouz secara tegas mengatakan, ia tidak akan bernyanyi untuk orang tertentu. Ia hanya mau bernyanyi untuk rakyat.

Ketenarannya pun kian menjadi-jadi di Lebanon, bahkan menembus batas wilayah, ke seluruh negara di kawasan Timur Tengah dan dunia. Rakyat di negara-negara Arab dihiburnya. Kota-kota dunia pun mendengarkan suaranya. Lagu-lagunya bercerita tentang kisah cinta antaranak manusia. Soal kehidupan yang pahit dan yang manis, tentang cinta pada negara, dan bahkan tentang nasib Jerusalem, kota damai yang menjadi sumber pertumpahan darah. Ia juga melantunkan lagu-lagu badui lama dan yang biasa didendangkan oleh para gembala.

Ia menghidupkan kembali muashahat—sebuah bentuk komedi musik yang dahulu biasa dinyanyikan di taman-taman Andalusia. Fairouz juga menginterpretasikan kasidah dan nashid yang dalam versinya dikenal dengan nama mawal dan meyjana. Sebuah kombinasi apik antara lirik, musik, dan vokal.

Semua yang mendengar suaranya larut dalam keindahan. Dan, ia pun kemudian mendapat gelar sebagai ”Pujangga Suara”, ”Duta Besar Bangsa Arab”, ”Duta Besar Kami untuk Para Bintang”, dan ”Tetangga Bulan”.

Fairouz bahkan disebut pula sebagai ”simbol kemanusiaan”. Ia juga dinobatkan menjadi ”simbol pencari perdamaian”. Memang, Fairouz tak hanya menyanyi, tetapi lewat lagu-lagunya ia menebarkan cinta ke seluruh Timur Tengah. Ia menularkan nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian. Fairouz bukan hanya penyanyi, melainkan menjadi ikon perdamaian dan kultural.

Membuka hati

Bulan Januari lalu Fairouz membuat penggemarnya marah. Koran The Christian Science Monitor memberitakan, ia pergi ke Suriah dan tampil di Damascus Opera House. Penampilannya di Damaskus itu berkaitan dengan pesta budaya di Suriah, menandai penunjukan Damaskus oleh UNESCO sebagai ibu kota kultural Arab tahun 2008.

Ada yang berpendapat, Fairouz semestinya tidak pergi ke negara yang oleh para pemimpin Lebanon dituding sebagai yang bertanggung jawab atas pembunuhan politik di Lebanon selama tiga tahun terakhir.

Akan tetapi, ada pula yang berpendapat. Fairouz adalah seorang diva Lebanon yang berdiri di atas kepentingan politik. Karena itu, ia bebas bernyanyi di mana pun ia mau.

Sebuah jajak pendapat oleh Now Lebanon portal Web, yang bersimpati pada Koalisi 14 Maret anti-Suriah di Lebanon, menyatakan, 67 persen responden menentang penampilan Fairouz di Damaskus. ”Sederhana, saat ini bukanlah momen yang tepat untuk lagu-lagu cinta. Fairouz harus memutuskan. Ia ikon Lebanon, dan, karena itu ia harus menghormati orang-orang yang mendukungnya dan mencintainya dengan sedikit solidaritas,” tulis editorial Now Lebanon.

Wajar penampilan Fairouz di Damaskus mengundang pro dan kontra. Hal itu lantaran kedua negara sejak merdeka tahun 1940-an, meski bertetangga dan berbagai perbatasan sepanjang 192 mil, tak pernah rukun. Tak pernah saling mengakui.

Secara tradisional, Suriah tidak mengakui kedaulatan Lebanon. Bahkan, Suriah berkeyakinan bahwa Lebanon adalah bagian dari wilayahnya. Pada tahun 1976, tentara Suriah masuk ke Lebanon untuk membantu salah satu pihak yang terlibat dalam perang saudara.

William Harris dalam The New Face of Lebanon menulis, mulai tahun 1990 Suriah mendominasi Lebanon secara politik dan militer. Dan, baru keluar dari Lebanon tahun 2005 setelah pembunuhan atas mantan PM Lebanon Rafik Hariri yang memicu demonstrasi besar-besaran anti-Suriah di Beirut. Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1559 pun menyerukan agar Suriah keluar dari Lebanon.

Akhirnya, Fairouz-lah yang ”menang” ketika pada awal bulan ini Suriah secara resmi memprakarsai hubungan diplomatik dengan Lebanon. Presiden Suriah Bashir al-Assad mengeluarkan dekret yang menetapkan dibukanya hubungan diplomatik dengan Beirut.

Memang, Fairouz mampu membuka hati orang-orang Suriah. Lina Sinjab dari BBC News, Damaskus, menulis, ”Setiap pagi tatkala matahari muncul di ufuk timur menyinari Suriah, Anda akan mendengar suara Fairouz, penyanyi legendaris Lebanon dan diva terbesar Arab yang masih hidup, di seluruh negeri.” Lina Sinjab masih melanjutkan, ”Fairouz adalah makanan pagi bagi warga Suriah.”

Benar pula apa yang ditulis oleh penyair kondang Suriah Nizar Qabbani, ”Tatkala Fairouz bernyanyi, gunung-gunung dan sungai mengikuti aliran suaranya, (demikian juga) masjid dan gereja… para lelaki membuang senjatanya dan minta maaf. Dengan mendengar suaranya, anak-anak kami lahir kembali.”

”Malam pun menjadi hening. Dan di dalam pelukan keheningan malam tersembunyi mimpi. Bulan begitu bulat…. Jangan takut gadis ku...,” begitu senandung Fairouz.(Trias Kuncahyono)


Pemilu AS

McCain Menantikan Keajaiban Truman
Selasa, 28 Oktober 2008 | 03:00 WIB

Oleh SIMON SARAGIH

Boston, Kompas - Berbagai jajak pendapat terbaru, termasuk jajak pendapat yang memperhitungkan perolehan suara per negara bagian, Barack Obama mengalahkan John McCain. McCain tampaknya hanya menantikan keajaiban seperti yang pernah dialami Harry S Truman, hampir tidak diunggulkan hingga menjelang pemilu, tetapi menang secara mengejutkan.

Truman adalah presiden ke-33 AS periode 1945-1953 dari Partai Demokrat. Pada Pemilu 1948, menjelang jabatan periode kedua, Truman tidak populer dibandingkan dengan pesaingnya dari Partai Republik, Thomas Edmund Dewey (Gubernur New York, 1943-1951). Truman tidak populer dan menghadapi banyak masalah dalam negeri walau kemudian tergolong bagus dan masuk dalam jajaran 10 besar presiden terbaik AS.

Truman menghadapi masalah seperti pengangguran dan kehancuran ekonomi setelah Perang Dunia II. Dia tidak berhasil meyakinkan warga setelah memimpin empat tahun sebelumnya. Namun, Truman menang secara mengejutkan. Hal ini tidak lain karena kunjungan intensif dan tak kenal lelah dalam waktu singkat ke sejumlah pedesaan, yang dikenal dengan Whistle Stop Tour.

Ini kebiasaan yang dilakukan politisi AS dalam rangka merangkul warga. Hal serupa kini sedang dilakukan Obama (capres dari Demokrat) dan McCain (capres dari Republik).

McCain hampir tidak mendapatkan dukungan kuat, terutama di kalangan muda yang kini melebar hingga ke kelompok perempuan kulit putih, yang mulai yakni dengan kepemimpinan Obama. ”Saya sama sekali tidak minat mendengarkan dia bicara,” kata Michael McManus (22), warga kulit putih AS di Boston, yang sedang belajar jurnalistik di Emerson College.

Alasannya, McCain hanyalah perpanjangan tangan Presiden George W Bush, yang merusak perekonomian dengan kebijakan ekonomi liberal, yang membuat korporasi menjadi serakah dan tidak mengindahkan rambu-rambu bisnis.

Joel Gagne, konsultan senior untuk Partai Demokrat di Massachusetts, mengatakan, di bawah Bush, AS tidak saja menghadapi keadaan buruk karena pengelolaan ekonomi yang berantakan, tetapi juga pamor di dunia yang tidak mendapatkan respek. ”Ini harus diubah,” katanya.

Wakil Gubernur Sarah Palin kini menuduh media massa AS telah mengatur kemenangan kubu lawan. Terjadi kelimbungan di kubu Republik, seperti acara kampanye yang berjalan sesuai dengan keinginan Palin dan tak terkoordinasi dengan McCain.

Ini adalah perkembangan terakhir yang memperlihatkan kekacauan di kubu Republik. ”Tampaknya tidak ada yang bisa lagi mereka sampaikan,” kata Shellie Karabell, pengamat politik dari Palm Spring, California, yang melakukan telekonferensi dengan sejumlah wartawan Indonesia di Boston, kemarin. (*)

Senin, 27 Oktober 2008

Dikucurkan 4 Triliun Dollar AS


Bursa Saham Dunia Tetap Merosot

EPA/Robert Vos / Kompas Images
Artis Belanda, Henk Hofstra, menampilkan karya seninya berupa 20 mobil yang dicat merah dan satu mobil berwarna biru di depan Ahoy Arena, Rotterdam, Belanda, 24 Oktober. Karya Hofstra ini melambangkan krisis keuangan yang sedang melanda dunia, dengan mobil-mobil merah menunjukkan utang, sementara hanya satu mobil yang berwarna biru yang bukan utang. Dunia yang dipenuhi utang.
Senin, 27 Oktober 2008 | 03:00 WIB

London, Minggu - Pemerintah di sejumlah negara sudah bertekad mengucurkan dana sebesar 4 triliun dollar AS untuk mendukung perbankan dan pasar uang. Selain itu, sejumlah negara juga akan mengimplementasikan aturan keuangan lebih ketat untuk mencegah krisis serupa terulang kembali.

”Setiap negara perlu menyelaraskan antara inovasi dan aturan serta simpanan dan konsumsi. Kita harus melakukan segala cara untuk mencegah krisis finansial ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi,” ujar Perdana Menteri China Wen Jiabao akhir pekan lalu.

Krisis finansial global yang terparah dalam 80 tahun terakhir ini membuat banyak negara bersatu untuk mengatasinya. Namun, sejauh ini langkah bersama ini belum membuat kepercayaan pasar pulih. Ini terlihat dari harga saham di sejumlah bursa dunia yang masih terus merosot.

Gubernur Bank Sentral China Zhou Xiaochuan di Beijing, Minggu (26/10), mengatakan China harus bersiap menghadapi dampak krisis finansial meskipun secara umum perekonomiannya masih tetap kuat.

Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak merencanakan pemangkasan pajak lagi dan meningkatkan belanja pemerintah untuk membantu perekonomian negara itu. Korea Selatan merupakan negara dengan kekuatan ekonomi keempat terbesar di Asia.

Di Jepang, Menteri Keuangan Kaoru Yosano mengatakan akan menaikkan jumlah dana talangan perbankan dari 2 triliun yen menjadi 10 triliun yen atau setara dengan 106 miliar dollar AS. Keputusan ini diambil kemarin setelah pasar saham jatuh hingga mencapai titik terendah dalam 5,5 tahun terakhir.

Tidak hanya di sektor finansial, Pemerintah Australia kemungkinan besar akan memangkas jumlah imigran yang diizinkan masuk jika angka pengangguran semakin tinggi karena dampak krisis finansial. Menteri Imigrasi Chris Evans mengatakan, pemerintah akan menunggu hingga pengumuman data pengangguran bulan November untuk menentukan berapa besar pembatasan yang akan dilakukan.

Negara petro-dollar seperti Kuwait pun tidak ketinggalan bersiap menghadapi krisis. Kuwait membentuk gugus tugas untuk menangani dampak krisis finansial global terhadap negara kaya minyak itu. Pemerintah telah memberikan jaminan terhadap simpanan deposito masyarakat.

Gugus tugas itu diumumkan setelah bank sentral setempat, Central Bank of Kuwait, menemukan bahwa Gulf Bank, yang merupakan bank terbesar kedua di Kuwait, membukukan kerugian dari perdagangan derivatif dan segera menghentikan perdagangan sahamnya di pasar modal.

Sementara itu, Arab Saudi menyatakan akan memberikan dana sebesar 10 miliar riyal atau setara dengan 2,67 miliar dollar AS kepada Saudi Credit Bank. Dana itu akan digunakan untuk pinjaman tanpa bunga bagi penduduk berpenghasilan rendah agar dapat membantu kesulitan keuangan mereka.

Bursa Teluk

Pasar saham Arab Saudi yang merupakan pasar saham terbesar di negara-negara Arab turun sebesar 9 persen pada perdagangan Sabtu pekan lalu, hingga mencapai titik terendah dalam empat tahun terakhir.

Demikian pula dengan bursa Kuwait yang merupakan bursa kedua terbesar di Arab. Pada perdagangan Minggu kemarin para investor, bahkan para pialang saham di bursa, melakukan protes berjalan kaki ke gedung kementerian yang tidak jauh dari gedung bursa tempat berlangsungnya rapat kabinet.

”Kami ingin pemerintah mengintervensi dan menyelamatkan bursa saham. Kami ingin pemerintah membeli saham. Bulan ini saja saya sudah kehilangan separuh investasi saya,” Hussein Tubayekh, seorang investor.

Pada awal perdagangan kemarin, indeks sudah turun 3,5 persen, terendah sejak April 2007.

Penurunan itu terjadi setelah ada pertemuan di antara menteri-menteri keuangan negara- negara Arab di Riyadh untuk membicarakan masalah krisis finansial yang berakhir Sabtu pekan lalu.

Tidak mau kalah dari negara Asia dan Eropa yang bertemu dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asem, enam negara Arab yang tercakup dalam Dewan Kerja Sama Teluk (Gulf Cooperation Council), yaitu Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, dan Uni Emirat Arab, juga bertemu.

Dalam pernyataan bersama mereka disebutkan bahwa bank sentral di kawasan itu memiliki likuiditas tinggi dan pemerintah akan terus memantau perkembangan krisis.

Para menteri negara-negara Arab juga menyebutkan tetap yakin dengan stabilitas moneter dan kekuatan perekonomian mereka.

Sayangnya, para analis berpendapat tidak akan ada tindakan bersama dari negara-negara Teluk karena mereka sudah bertindak sendiri-sendiri.(AP/AFP/Reuters/joe)

Minggu, 26 Oktober 2008

Pemilihan Presiden AS

Saleh Umar
Mantan Rektor UI Azzahra dan Dosen HI Unas


Sejarah AS baru saja mencatat bahwa Barrack Obama seorang keturunan Afro-Amerika, calon presiden dari Partai Demokrat memiliki peluang emas menuju Gedung Putih. Di sisi lain, jatuhnya popularitas Presiden George W Bush akibat kemerosotan moneter dan ekonomi AS dalam 10 hari terakhir ikut memengaruhi sekaligus memusingkan kandidat presiden dari Partai Republik, John Mc Cain.

Jajak pendapat umum memperlihatkan krisis moneter dan ekonomi yang luar biasa di AS telah membawa dampak buruk baik nasional maupun global. Tetapi, di sisi lain justru mendongkrak popularitas Barack Obama. Ditambah pula dengan perdebatan calon presiden dan wakil presiden antarkedua kubu, pasangan Obama dan Joe Biden semakin memantapkan posisi dan langkah mereka untuk keluar sebagai pemenang dalam pemilu presiden pada 4 November 2008.

Pandemik krisis moneter dan ekonomi AS yang terus menjalar bagaikan badai yang menerjang seluruh penjuru dunia menuntut upaya perubahan dalam berbagai kebijakan, termasuk institusi internasional. Pertanyaannya, sebagai presiden dan wakil presiden baru AS, mampukah Barack Obama dan Joe Biden menggiring kebijakan luar negeri AS dari arah unilateral ke multilateral?

Unilateral
Sejak berakhirnya Perang Dunia II dan runtuhnya Perang Dingin 1989, AS dikenal sebagai negara pemegang hegemoni dan dominasi dunia. Terminologi sejarah mencatat momen ini telah berakhir, khususnya dalam dua dekade belakangan ini.

Terdapat tiga alasan. Pertama, AS mendapatkan keuntungan melalui generasi manusia yang inovatif, keuangan, dan sumber teknologi yang mengarah pada produktivitas. AS juga mengembangkan institusi, perusahaan, dan organisasi lainnya. AS mendapat kehormatan sebagai pemimpin negara-negara kapitalis liberal dan didukung negara-negara maju Eropa Barat, Jepang, serta negara-negara lain yang menentang komunisme Uni Soviet.

Runtuhnya komunisme, musuh bersama AS, Eropa, dan Jepang, mengubah dan mulai memberikan fokus terhadap kepentingan nasional dan wilayah regionalnya. Sebagai hasilnya, jumlah besar dari aktor negara lain juga ingin memperluas pengaruhnya secara regional ataupun global. Ini mengakibatkan meningkatnya kekuatan baru yang tidak dapat dihentikan.

Kedua, perang Irak berkontribusi menjatuhkan posisi AS di kalangan nasional maupun internasional. Konflik ini membuktikan perang menjadi sangat mahal. Setahun lalu sejarawan Paul Kennedy memberikan garis besar dalam tesisnya tentang Imperial Overstrech yang menerima kenyataan bahwa AS mengalami kemunduran oleh overreaching, seperti yang pernah terjadi pada kerajaan besar sebelumnya.

Kegagalan dalam kebijakan unilateral menyebabkan para arsitek dan pemain perang Irak menghilang satu demi satu. Terakhir Scott Mc Clellan, seorang pejabat dan juru bicara di Gedung Putih, mulai membuka suara. Buku barunya terbitan April 2008 berjudul 'What happened: inside the Bush White House and Washington's Culture of Deception', menyebutkan dia merasa bersalah karena membohongi rakyat AS.

Perasaan ini muncul karena harus berada di garis depan dan membela mati-matian kebijakan unilateral yang direkayasa oleh tim Presiden untuk mencari dukungan rakyat. Jajak pendapat umum terakhir tahun 2008 menunjukkan popularitas Presiden Bush begitu merosot menjadi 28 persen. Oleh sebab itu, perang Irak mungkin telah menguburkan kelompok neokonservatif.

Alasan ketiga, telah berakhirnya unilateral tentu saja perlu adanya suatu koreksi terhadap yang telah dilakukan dan apa yang telah gagal dilakukan. AS telah mengembangkan kebangkitan kekuatan tengah baru dan melemahkan dirinya pada posisi yang relatif.

Sebagai contoh, konsumsi bahan bakar telah tumbuh mencapai 20 persen dan lebih penting impor. Produksi minyak AS melebihi dua kali lipat sebagai suatu persentase konsumsi.

Pertumbuhan impor melalui permintaan minyak asing mendorong harga minyak dari 20 dolar AS per barel hingga menjadi lebih dari 100 dolar AS barel. Globalisasi di sisi lain telah meningkatkan volume, kecepatan, dan kepentingan mengalirnya lintas batas apa saja serta berada di luar kontrol pemerintah. Globalisasi pun mengencerkan pengaruh negara-negara kuat Eropa Barat dan Jepang termasuk AS.

Agenda kebijakan luar negeri yang bersifat unilateral ini diadopsi oleh kebijakan luar negeri Pemerintahan George W Bush. Namun, Barack Obama beserta penasihatnya dan beberapa pakar luar negerinya menilai kebijakan selama ini salah langkah, buruk, dan mahal. Terbukti telah membawa dampak negatif terhadap citra dan prestise AS.

Meskipun diakui, peristiwa pengeboman WTC 9/11 2001 mengubah hampir semua kebijakan politik luar negeri dan keamanan, peristiwa ini tidak mengubah konstitusi AS. Berbagai kebijakan garis keras yang keluar dan diambil, tercatat gerakan terorisme melawan AS, misalnya Alqaidah serta organisasi lainnya masih terus menghantui negara ini. Sikap AS sebagai polisi dunia dinilai sebagai arogansi yang mengakibatkan AS telah mulai kehilangan banyak sekutunya.

Mendiang presiden Dwight David Eisenhower sebelumnya telah mengkhawatirkan terjadi perubahan dalam politik luar negeri AS dari republik menjadi semacam kerajaan. Posisi presiden sebagai seorang raja dalam menjalankan politik luar negeri otomatis akan bermunculan kompleks industri militer.

Fenomena ini dijadikan logika perluasan kebijakan luar negeri dan keamanan AS untuk intervensi. Meskipun terpecahnya Uni Soviet dan berakhirnya perang dingin, kompleks industri militer telah mendapatkan lahan baru dengan alasan terorisme.

Multilateral
Bila strategi kebijakan luar negeri Presiden AS saat ini telah dianggap cacat ataupun keliru maka kandidat presiden, penasihatnya, serta pembuat kebijakan luar negerinya harus berkompetisi mencari dan menghasilkan agenda baru. Pertarungan menuju Gedung Putih merupakan insentif menemukan doktrin baru.

Mungkin selama jangka waktu 200 tahun terakhir AS membutuhkan suatu doktrin baru. Menglobalisasinya demokrasi dan hak-hak asasi manusia telah dikalahkan oleh kepentingan ekonomi.

Perubahan dalam sistem internasional oleh adanya perkembangan perekonomian Rusia dan Cina yang menguat kembali, secara otomatis mengangkat prestise mereka dalam arena internasional. Barack Obama menjadi fiksi, sebagai politisi berkulit hitam yang tangguh, cerdas, dan andal membutuhkan solusi di atas kepentingan domestik ke arah kebijakan luar negeri dan keamanan yang akan beralih dari unilateral ke arah multilateral.

Kebijakan multilateral bagi negara seperti AS menjadi dilema. Pengalaman di PBB menjadikannya frustrasi. Ditambah dengan pernah menghadapi veto Rusia dan Cina di Dewan Keamanan PBB pada masa Presiden Bill Clinton dalam kasus Kosovo.

Misi dan visi AS selama ini dengan dan atau melalui penyebaran berbagai nilai yang dianutnya sering bertentangan dengan substansi multilateral. Mungkin baik apabila pejabat di Washington dan di negara Barat umumnya menerima bahwa abad hegemoni dan dominasi AS telah berakhir. Dengan demikian, pemerintahan yang akan datang tidak lagi diganggu oleh ide organisasi baru dunia internasional.

Membuat dunia menjadi lebih aman atas nama kerja sama multilateral, tentu saja ada untung ruginya. Mempromosikan demokrasi dan hak-hak asasi manusia sebagai tujuan akan menjadi lebih efektif jika dibarengi oleh satu pandangan yang lebih diperhalus dalam implementasinya.

Bagi PBB, sebagai satu-satunya institusi multilateral, sulit menerima ide senator Mc Cain, calon presiden dari Partai Republik. Bagaimana pun juga lembaga global lain yang murni belum tentu mampu menawarkan pengaruh AS.

Di sisi lain institusi PBB ini juga dibangun oleh AS. Jika nilai AS dianggap bisa berhasil, harapannya bekerja di atas mekanisme kerangka-kerja institusi ini. Memperbaiki sekaligus mengubah memang sulit, tetapi untuk menggantikannya tidak mungkin. Harapan akan perubahan ini mungkin diletakkan di bahu Barack Obama bila telah menjadi presiden AS yang ke 44.

Ikhtisar:
- Pertarungan menuju Gedung Putih merupakan insentif menemukan doktrin baru.
- Kegagalan presiden dari Partai Republik cukup mendongkrak popularitas Barack Obama.

Obama, Timur Tengah, dan Islam

Muhammad Zulifan
Peneliti Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia


Pemilu AS tinggal menunggu hari. Tepat pada 4 November nanti dunia akan menyaksikan perhelatan yang menentukan kepemimpinan negara yang kini tengah sekarat akibat akumulasi sistem ribawi.

Tentu, wajah dunia empat tahun ke depan setidaknya sedikit banyak akan dipengaruhi oleh hasil pemilihan ini. Sementara itu, gempuran media internasional yang begitu gencar menyoroti Obama menjadikan umat Islam lalai akan sebuah isu penting, visi Obama bagi dunia Islam khususnya di Timur Tengah.

Sosok Obama yang dianggap sebagai tokoh revolusioner dengan mendobrak tradisi White Anglo-Saxon Protestan (WASP) kini dipercaya akan membawa banyak perubahan dengan slogannya Change, We Can Believe in! Namun, benarkah demikian?

Pertama, rencana Obama melakukan penarikan pasukan AS sepenuhnya dari wilayah Irak paling lambat 18 bulan setelah ia menjabat. Sekilas kalimat ini membawa angin segar pada dunia Islam. Namun, sebenarnya tak seindah kedengarannya.

Sejak invasi AS di Irak berakhir tahun 2003, secara bertahap AS telah menarik pasukannya dari wilayah perang di Irak. AS terjegal dengan Konvensi Jenewa yang melarang setiap negara penginvasi memiliki kepentingan jangka panjang di wilayah invasinya. Namun, konvensi tinggallah konvensi. Bagi AS hal itu tidak berlaku.

Dengan dalih instabilitas di Irak , AS mempertahankan pasukannya. Selanjutnya, penguasaan terhadap minyak bumi lengkap dengan infrastrukturnya seperti kilang dan jalur pipa menjadi hal yang wajib bagi Bush untuk mengembalikan kepercayaan publik AS terhadap invasinya di Irak.

Setelah invasi berakhir, sesuai ketentuan PBB yang terlebih dahulu diinvasi AS, harus dilaksanakan proyek rekonstruksi pascaperang. Hebatnya, hampir seluruh tender rekonstruksi itu dimenangi oleh perusahaan asal AS, seperti Halliburton, Shevron, dan Blackwater.

Seluruh proyek dari pembangunan dan pengelolaan minyak sampai dengan proyek penyediaan air bersih disikat oleh perusahaan asal AS. Kelihatannya AS memang mematuhi aturan PBB dan konvensi Jenewa untuk tidak memiliki kepentingan jangka panjang di Irak dengan jalan menempatkan pihak swasta. Namun, sebenarnya perusahaan-perusahaan asal AS itu sebagai 'proxy' Pemerintah AS.

Keuntungan hasil rekonstruksi akan masuk ke kas negara sebagai tebusan anggaran yang terkuras selama invasi. Jadi, rencana Obama untuk menarik pasukan AS dari Irak tidak ada implikasi positifnya bagi dunia Islam. Hal itu hanya formalitas di depan tuntutan dunia internasional.

Pada hakikatnya cakar-cakar kekuasaan AS sudah ada di Irak. Sebuah catatan bahwa kondisi keamanan di Irak yang masih tidak stabil tidak akan memengaruhi rencana penarikan pasukan. Ini karena keamanan yang sejati bagi AS ada pada wilayah perusahaan-perusahaan minyak mereka berikut jalur distribusinya.

Adapun wilayah tersebut berada jauh dari pusat konflik di Irak Tengah, seperti Provinsi Al-Anbar. Wilayah tersebut justru berada di selatan dan Utara Irak. Seharusnya, rencana Obama di Irak bukan hanya penarikan pasukan, tapi juga pengembalian aset ekonomi.

Kedua, rencana Obama menggelar pasukan tempur yang lebih intensif di Afghanistan. Obama menganggap invasi AS ke Irak adalah sebuah kekeliruan dalam rangka perang terhadap terorisme. Menurutnya, AS lebih memfokuskan terhadap pengejaran Osama bin Ladin yang berlindung di belakang kekuasaan Taliban di Afghanistan.

Sesungguhnya apa yang dijalankan Obama merupakan ancaman besar bagi dunia Islam ke depan. Obama akan membuka front yang lebih masif di kawasan Asia Tengah yang saat ini sedang rawan.

Memang Afghanistan adalah negara yang sangat strategis untuk menjaga aset ekonomi AS. Penguasaan atas Afghanistan diharapkan akan mengeliminasi kekuatan Iran di sebelah utara berikut Pakistan di timur, dua negara Muslim yang memiliki geliat pergerakan Islam yang sangat progresif.

Perlu diingat, ada dua poros perlawanan jihad di dunia ini, satu Hisbullah sebagai representasi Syiah dan yang kedua mujahid Afghan sebagai representasi Sunni. Keduanya sampai kini belum bisa AS tundukkan. Lebih jauh lagi, pejuang Afghan ini yang selalu intensif dalam melakukan kederisasi mujahid internasional.

Afghanistan adalah episentrum gerakan jihad Sunni. Satu hal yang tidak boleh dilupakan umat Islam adalah bahwa mereka yang bisa mengirimkan tentara jihad ke Pattani, Moro, Kashmir, dan negara lain di mana umat Islam yang minoritas tertindas. Dari sini telah tampak bahwa Obama lebih cerdas dari Bush. Ia selangkah lebih maju dengan mengonsentrasikan perlawanan pada pembumihangusan akar perlawanan jihad internasional, Afghanistan. Benar-benar skenario yang mengerikan.

Kita tidak perlu berharap banyak pada sosok Obama, apalagi euforia menjadi Obama fans club, seperti kebanyakan masyarakat Indonesia. Tak peduli ia pernah sekolah di Menteng, punya ayah tiri Muslim Indonesia dan isu positif lainnya. Semua itu tidak berpengaruh. Siapa pun capres AS, tak akan lepas dari kepentingan Zionis yang telah mencengkeram AS begitu kuat. Selamanya, Yahudi tak akan rida dengan Islam.

Maka, jika ditanya siapa Presiden AS yang paling baik, jawabannya tidak ada, kecuali Kennedy yang tewas sebelum berbuat banyak hal.

Sabtu, 25 Oktober 2008

12 Kandidat Lain ke Gedung Putih


Obama dan McCain Abaikan Krisis Keamanan Sosial


EPA/GERO BRELOER / Kompas Images
Pertarungan calon presiden AS dari Partai Demokrat, Barack Obama, dan calon dari Partai Republik, John McCain, menuju Gedung Putih pada 4 November telah menjadi komoditas laris di luar AS. Pin bergambar Obama dan mantan Presiden AS John F Kennedy diperdagangkan di Berlin, Jerman, belum lama ini.
Sabtu, 25 Oktober 2008 | 00:45 WIB

Washington, Jumat - Dua kandidat presiden AS, Barack Obama dari Partai Demokrat dan John McCain dari Partai Republik, telah mencuri seluruh perhatian dalam pertarungan ke Gedung Putih. Di luar keduanya, ada 12 kandidat presiden lain yang tampaknya luput dari perhatian.

Tanpa dana jutaan dollar AS dan dukungan organisasi hingga level nasional untuk bersaing dengan dua partai besar, tidak satu pun kandidat presiden dari partai kecil itu memiliki harapan untuk memenangi pemilu. Namun, mereka bisa memberikan dampak signifikan bagi kemenangan McCain atau Obama yang bersaing ketat di negara bagian kunci.

Ralph Nader (independen) yang pada pemilu tahun 2000 sempat mengganggu kandidat Demokrat, Al Gore, saat bertarung melawan George W Bush (Republik), kini kembali sebagai calon independen. Nader bisa kembali mengganggu.

Nader saat itu mendapat hampir 3 juta suara. Dia ”mencuri” 97.000 suara di Sunshine State, Florida, yang menyebabkan Gore kalah dari Bush hanya dengan selisih 537 suara.

Berdasarkan analisis RealClearPolitics, Nader yang maju untuk kelima kalinya tahun ini memperoleh dukungan 2,5 persen suara secara nasional.

Kandidat lain yang perlu ”diwaspadai” adalah Bob Barr (Libertarian), anggota Kongres asal Georgia periode 1995-2003. Dengan reputasi seorang konservatif kuat, Barr bisa memecah suara bagi McCain.

”Barr tampaknya bisa memengaruhi McCain seperti apa yang dilakukan Nader kepada Gore tahun 2000, yaitu kehancuran,” kata George Will, kolumnis majalah Newsweek, seperti dikutip AFP, Jumat (24/10).

Barr, yang mendapat dukungan 1,3 persen, juga berhadapan dengan mantan anggota Partai Republik, Chuck Baldwin, yang maju dengan bendera Partai Konstitusi. Baldwin bertarung di 37 negara bagian.

Seperti Partai Demokrat, Partai Hijau juga mengajukan kandidat presiden keturunan Afrika-Amerika, Cynthia McKinney. Anggota Kongres asal Georgia periode 1993-2003 ini bisa memecah pemilih Obama di negara-negara kunci karena didukung kalangan perempuan, kulit hitam, dan aktivis antiperang.

Setidaknya, tiga kandidat bertarung di bawah bendera sosialis, salah satunya Gloria La Riva, kandidat dari partai pro-Fidel Castro yang membela kepentingan Kuba. Masih ada Pendeta Gene Amondson yang maju dengan bendera Partai Larangan.

Sementara itu, Obama dan McCain dikritik telah mengabaikan isu keamanan sosial. ”Saya kira, baik Obama maupun McCain berpikir bahwa berbicara soal perbaikan keamanan sosial hanya membuat mereka menjadi pecundang politik. Jadi, mereka senang saja membiarkan isu itu lenyap,” kata Maya MacGuineas, Presiden Komite Anggaran Federal yang Bertanggung Jawab.

”Saya kira, mereka (Obama dan McCain) memutuskan bahwa isu keamanan sosial tidak akan meningkatkan partisipasi, tidak akan mengubah suara rakyat,” kata Richard Kaplan dari University of Illinois. (afp/cnn/fro)

"Powell Power"


Sabtu, 25 Oktober 2008 | 00:17 WIB

BUDIARTO SHAMBAZY

Jenderal purnawirawan mana pun bisa belajar dari Colin Powell, mantan Menlu/ Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat. Ia mendukung capres dari Partai Demokrat, Barack Obama, meski masuk kabinet pemerintahan Presiden George W Bush.

Ia mengkritik isi kampanye rekan sesama mantan militer yang kebetulan capres dari Partai Republik, John McCain. Ia membedakan antara sosok McCain dengan Republik dan juga dengan cawapres Sarah Palin.

Betapapun McCain prajurit tangguh yang bertahun-tahun disiksa di ”Hanoi Hilton” saat Perang Vietnam. Powell tak suka kampanye kubu McCain-Palin yang melancarkan kampanye negatif, yang menuding Obama penganut Islam.

Padahal, Obama penganut Kristen yang terbilang religius. Lebih dari itu, Powell menegaskan, kalaupun Obama seorang Muslim, bangsa AS hendaknya menghargai kebhinnekaan sehingga siapa pun berhak menjadi capres.

Powell tak apolitis walau dunia kesehariannya jauh dari ingar-bingar politik. Ia penyumbang rutin dana kampanye Republik, tetapi jumlahnya ratusan dollar AS saja.

Soalnya ia bukan pebisnis, hidup cuma dari pensiunan. Ia lebih betah memperbaiki sendiri Volvo buatan tahun 1960-an yang suka mogok ketimbang membeli Hummer atau Cadillac.

Masih segar dalam ingatan, Powell menyarankan Presiden George HW Bush menarik pasukan AS dari Irak pada Perang Teluk I pada awal tahun 1990-an. Namun, ia tak berdaya menghadapi nafsu perang Presiden George W Bush.

Pada sidang Dewan Keamanan PBB di New York, Powell dipaksa mengarang fiksi tentang senjata pemusnah massal Saddam Hussein. Agar meyakinkan, disiapkanlah ratusan lembar presentasi berikut multimedia yang canggih.

Sebelum bersandiwara, Powell marah besar. Ia merobeki dan melempari kertas-kertas presentasi itu ke hampir semua muka ”tim pembohong” sembari menyumpah serapah.

Dari awal ia yakin senjata pemusnah massal Saddam tak pernah ada. Keteguhan sikapnya ini yang membuat Powell tersingkir dari lingkar dalam Presiden Bush. Powell pernah mengungkapkan rasa herannya terhadap para pejabat di sekeliling Presiden Bush yang merasa lebih pandai dalam soal-soal militer. Padahal, mereka mungkin enggak pernah memegang pistol.

Itu orang-orang kayak Dick Cheney, Donald Rumsfeld, Paul Wolfowitz, atau Karl Rove. Teori-teori strategi pertahanan para lulusan universitas terkemuka itu muluk walau nyaris tak mengandung kebenaran sahih.

Nah, ketika mengumumkan dukungannya, Powell mengaku butuh waktu berbulan-bulan untuk merenung. Sekitar medio September ia mengaku kepada para mahasiswanya bahwa hatinya terbelah.

Namun, setelah menyaksikan debat capres, ia memutuskan mendukung Obama. Keputusan itu menjadi berita besar karena ditunggu-tunggu rakyat yang menghormati sosok Powell.

Pengumuman dilontarkan Powell dalam acara bergengsi NBC, ”Meet the Press” edisi 19 Oktober. Sebelum ”menjatuhkan vonis” ia mengingatkan sudah berteman dengan McCain 25 tahun dan baru kenal Obama dua tahun terakhir.

Kenapa terpincut wajah baru dengan mengorbankan kawan lama? ”Obama memperlihatkan kesiapan, keingintahuan intelektual, pengetahuan mendalam, dan pendekatan untuk menyelesaikan masalah,” ujar Powell.

Selama tahun ini, Obama menjadi korban smear and fear kaum puritan Republik. Namun, ia ogah menempatkan diri sebagai victim untuk memanipulasi posisinya agar dikasihani publik.

Pernah ada kejadian ganjil saat media internasional berbondong-bondong ke SD Besuki, Menteng, Jakarta. Rasa ingin tahu muncul karena tiba-tiba menyeruak isu Obama pernah bersekolah di ”madrasah”.

Orang-orang puritan langsung mengaitkan nama ”Barack” sebagai salah satu pertanda keislaman Obama. Anda tahu bagaimana nama tengah dia, ”Hussein” sering diasosiasikan dengan Saddam.

Bahkan, dalam beberapa kali kampanye duet ”Obama-Biden” dipelesetkan jadi ”Obama bin Baden”. Dan, beberapa hari lalu muncul, ”berita eksklusif” yang menyebut dukungan Al Qaeda terhadap McCain.

Kantor berita AP menyebutkan, kelompok teroris itu menyambut gembira jika terjadi serangan teroris sebelum 4 November. Serangan itu akan membuat rakyat AS khawatir dan pindah haluan ke McCain.

Presiden McCain lebih baik karena melanjutkan petualangan di Irak dan Afganistan. ”Al Qaeda harus mendukung McCain agar melanjutkan kepemimpinan Bush yang gagal,” kata pernyataan mereka menurut SITE Intelligence Group di Maryland.

Empat hari sebelum 4 November 2004, Osama bin Laden muncul melalui rekaman video mengancam rakyat AS. Bush terpilih lagi sebagai presiden 2004-2008.

Tak mengherankan kubu Obama sampai saat ini menampik permintaan wawancara dari media non-AS, apalagi dari pers negara-negara Islam. Mereka berprinsip lebih baik tiarap dulu daripada jadi sasaran tembak.

Selama dua pekan terakhir, Obama mulai dicitrakan sebagai sosialis-komunis, termasuk oleh Palin. Waktu pers meminta penjelasan masuk akal, Palin yang pandir menjawab, ”Ya, pokoknya begitulah”.

Nah, untunglah ada Powell power. Ini bukan superpower, Palin power, atau soft power yang suka dibangga-banggakan beberapa pejabat kita.

Saya curiga McCain sudah merasa no power alias siap-siap mengibarkan bendera putih. Ia tahu tradisi militer tak cuma mengajarkan cara memenangi perang, tetapi secara jantan juga siap mengaku kalah.

Sabtu, 18 Oktober 2008

Pemilu AS


Akankah Sejarah Tom Bradley Berulang?
Jumat, 17 Oktober 2008 | 01:16 WIB

Semula kalangan pemilih kulit hitam di Amerika Serikat punya harapan besar bahwa Barack Obama, kandidat presiden AS dari Partai Demokrat, akan memenangi pemilu. Kini, kian dekat waktu pemilu, mereka justru ragu dengan harapan mereka sendiri.

”Saya separuh yakin separuh tidak dia (Obama) akan menang,” kata Sharrell Shields (18), salah satu pemilih keturunan Afrika-Amerika, Kamis (16/10).

Shields menyuarakan pikiran pemilih kulit hitam di seantero AS. Itu tidak lepas dari bayangan peristiwa yang dialami Tom Bradley, seorang Afrika-Amerika yang menjadi kandidat gubernur California tahun 1982.

Bradley kalah tipis dalam pertarungan meraih kursi Gubernur California meskipun dia selalu unggul dalam berbagai jajak pendapat. Kekalahan Bradley sangat mengejutkan dan sejumlah pengamat menyimpulkan bahwa banyak pemilih kulit putih berbohong soal niat mereka.

Inilah yang menjadi biang kekhawatiran pemilih kulit hitam. Dalam hampir semua jajak pendapat, Obama unggul atas rivalnya dari Partai Republik, John McCain.

”Sering kali orang tidak jujur soal preferensi ras dan jenis kelamin. Mereka hanya mengatakan hal yang benar secara politik,” kata Brenda Girton-Mitchell (60), pendeta Baptis yang mendukung Obama.

”Saya yakin ada beberapa orang yang mengatakan ’saya bisa memilih seorang kulit hitam’ di depan publik, tetapi kemudian masuk ke bilik suara dan berubah pikiran,” ujarnya.

Warga kulit hitam tidak bisa memilih di wilayah selatan AS hingga tahun 1960-an. Otoritas setempat mendukung kampanye dengan kekerasan yang melarang kulit hitam memberikan suara.

Sejak itu, warga kulit hitam menjadi pendukung fanatik Partai Demokrat. Pada pemilu kali ini, diperkirakan partisipasi mereka meningkat karena antusiasme terhadap Obama. Dukungan bagi Obama mencapai 95 persen.

Mungkin akan kecewa

Pengarang Gil Robertson mengatakan, keberhasilan Obama memunculkan perasaan optimistis sekaligus sinis bagi warga Afrika-Amerika. ”Kita punya segala alasan untuk pesimistis karena sejarah dan pengalaman di negara ini. Orang- orang sangat berharap, tetapi saya katakan kepada mereka, jangan terlalu berharap karena kalian mungkin akan dikecewakan,” katanya.

Tedd Shaw, dosen ilmu politik di University of South Carolina, sepakat dengan pernyataan itu. ”Ada sinisme dan optimisme (di antara warga Afrika-Amerika) dan itu terlihat dari sikap mendua mereka. Mereka percaya saat Obama mengatakan ini mimpi Amerika, tetapi mereka juga ingat bahwa ras masih menjadi ladang ranjau di politik AS,” ujarnya.

Seorang veteran anggota Kongres AS, John Murtha, mengatakan, masalah ras bisa mengurangi kemenangan Obama hingga 4 persen. Itu terjadi, terutama, di Pennsylvania.

Kepada Post-Gazzete edisi Rabu, Murtha mengatakan, perlu waktu bagi banyak warga Pennsylvania untuk menerima kandidat presiden kulit hitam. Senator Hillary Clinton, mantan kandidat presiden dari Demokrat, menang mudah di Pennsylvania.

Yang bisa dilakukan Murtha adalah menyerukan kepada pemilih untuk melihat sesuatu yang lebih dari sekadar warna kulit Obama dan ”mendengarkan apa yang dia katakan”. Dengan begitu, apa yang dialami Tom Bradley atau dikenal dengan Bradley effect tidak akan terulang lagi dalam pemilu AS tahun ini. (ap/reuters/fro)

Minggu, 12 Oktober 2008

UMNO Pilih Calon Pemimpin


Sabtu, 11 Oktober 2008 | 01:12 WIB

Kuala Lumpur, Jumat - Bursa pencalonan pemimpin (posisi presiden dan wakil presiden) dalam tubuh Organisasi Nasional Melayu Bersatu atau UMNO dimulai. Menteri Perdagangan Malaysia Muhyiddin Yassin, Jumat (10/10), menyatakan akan mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden UMNO. Rencananya, UMNO menyelenggarakan pemilu internal bulan Maret 2009.

Apabila memenangi posisi Wakil Presiden UMNO, Muhyiddin otomatis duduk sebagai wakil perdana menteri. Muhyiddin selama ini dikenal vokal menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi. Untuk mengantisipasi perpecahan di dalam tubuh UMNO dan koalisi berkuasa Barisan Nasional, Badawi akan mengundurkan diri Maret mendatang. Badawi akan menyerahkan kekuasaan kepada Wakil PM Najib Razak.

Muhyiddin dianggap calon terkuat untuk menggantikan posisi Najib. Selain Muhyiddin, tiga politikus lain mengincar posisi yang sama. Kantor berita Bernama mengutip Muhyiddin yang menyatakan prioritas utamanya adalah membantu Najib menyatukan partai.

Sejak Kamis lalu cabang-cabang UMNO di berbagai daerah sudah memulai menjaring kandidat untuk berbagai posisi kepemimpinan di dalam tubuh UMNO. Beberapa jam setelah pengumuman Muhyiddin, satu dari 191 cabang UMNO telah menominasikan Najib dan Muhyiddin sebagai PM dan wakil PM, 25 cabang UMNO akan mengumumkan pilihan, Minggu besok.

Khusus mengenai Najib, ia diyakini akan bisa menang mudah. Satu-satunya lawan berat baginya adalah mantan politikus Malaysia, Razaleigh Hamzah. Pengamat politik Institut Studi Asia Tenggara Singapura, Ooi Kee Beng, mengaku, Najib tidak memiliki agenda yang jelas untuk membuat UMNO menjadi partai yang dianggap ”seksi” seperti dulu. Namun, itu juga terjadi pada sebagian besar pemimpin UMNO saat ini.

Situasi makin sulit

Ooi Kee Beng mengatakan, ketidakjelasan politik saat ini belum seberapa karena dalam beberapa bulan ke depan kondisi akan makin parah. ”Absennya Badawi ini membuka kesempatan untuk semua orang. Selama enam bulan transisi pasti akan ada kompetisi yang sangat ketat,” ujarnya.

Selain perebutan kekuasaan di UMNO, Malaysia menghadapi krisis ekonomi. Itu berarti Najib atau siapa pun PM yang terpilih akan menghadapi persoalan ekonomi itu. Selain itu, PM yang baru harus menghadapi tantangan menyatukan UMNO sekaligus Barisan Nasional agar siap terjun ke pemilu nasional tahun 2013.

”Pemilu itu tak akan mudah kecuali ada reformasi,” kata Ketua Partai Gerakan—anggota Barisan Nasional—Koh Tsu Kon.(REUTERS/AP/LUK)

Wanita Terkaya China Pun Rugi

Getty Images/Spencer Platt / Kompas Images
Warga dari berbagai kelompok organisasi menyampaikan protes di depan Gedung Bursa Saham New York, AS, 25 September 2008. Mereka memprotes pemberian dana talangan kepada perusahaan yang bangkrut karena keserakahan para eksekutifnya. Protes serupa kembali terjadi di London, Jumat (10/10), yang juga memprotes pemberian dana talangan ke perusahaan yang ceroboh menjalankan bisnis.
Minggu, 12 Oktober 2008 | 03:00 WIB

Simon Saragih

Namanya juga sebuah investasi. Mirip judi, satu waktu menang, di waktu lain akan kalah. Namun, persoalan muncul, ternyata para investor yang sudah sadar akan risiko investasi tetap juga tidak siap akan kekalahan. Jutaan orang kini sedang gelisah dan ada yang bunuh diri. Mereka terkejut dan ada yang merasa telah tertipu.

Tentu tak ketinggalan, warga kaya Indonesia juga jadi korban. Setidaknya nasabah Citigold, nasabah kaya Citibank, juga turut terjerembap dengan produk investasi made by Lehman Brothers yang ditawar-tawarkan karyawan Citibank.

Salah satu korban lain di dunia ini adalah Yang Huiyan (26), wanita terkaya di China. Dia kehilangan dua pertiga dari total kekayaan akibat anjloknya indeks- indeks saham dunia dan China. Kejatuhan itu telah menjadi malapetaka baginya. Namun, dia masih masuk di urutan ketiga daftar warga terkaya di China dan masih menjadi wanita terkaya di China dan Asia.

Kekayaannya berkurang 22 persen sejak tahun lalu, sebagaimana diberitakan Hurun Report, yang mengeluarkan daftar 1.000 warga terkaya China tahun lalu, yang dikutip harian Inggris The Telegraph edisi Sabtu (11/10).

Nyonya Yang, pemilik 70 persen saham di perusahaan properti—yang didirikan ayahnya—sempat memiliki kekayaan delapan miliar poundsterling, tetapi kini tinggal tiga miliar poundsterling, termasuk karena kejatuhan harga-harga sepanjang dan sebelum tahun 2007.

Yang adalah salah satu dari 101 warga terkaya China. Dia tidak kaya dari hasil keringat sendiri dan tidak dikenal hingga awal 2007. Setelah ayahnya Yang Guoqiang menyerahkan mayoritas kepemilikan saham di Country Garden Holdings, sebelum go public di Hongkong, dia mendadak terkenal. Video perkawinannya tahun 2006 yang megah pun bermunculan di internet.

Ayahnya adalah seorang pemalu dan mantan petani padi serta pekerja pembuat batu bata di Shunde, Provinsi Guangdong. Dari tabungan, Yang senior membeli lahan dan membangun properti serta mendirikan perusahaan pada tahun 1997.

Nyonya Yang tampaknya telah dipersiapkan menjadi penerus bisnis keluarga. Yang adalah putri kedua dari tiga anak (semua putri). Seperti kebanyakan anak- anak kaya di China, dia kuliah di luar negeri dan lulus dari Ohio State University, AS, tahun 2003. Pada akhir 2006 dia menikah dengan putra seorang pejabat China.

Kerugian 2,1 triliun dollar

Nyonya Yang masih beruntung. Kehilangan kekayaan karena jatuhnya harga-harga rumah masih berpotensi naik lagi. Hal yang lebih parah adalah kerugian nyata yang sudah dialami investor global di berbagai negara. Perusahaan raksasa dunia pun bertumbangan.

Menurut kantor berita Reuters, Jumat (10/10), bursa saham AS telah kehilangan nilai saham 2,4 triliun dollar AS hanya dalam satu pekan terakhir dan 8,4 triliun dollar AS tahun 2008, berdasarkan informasi dari Dow Jones Wilshire 5000.

Seiring dengan itu, berdasarkan berita dari Washington News, kegelisahan meningkat karena kelanjutan dari kejatuhan harga-harga saham.

Dari Geneva, Kamis (9/10), Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Chan mengatakan, risiko bunuh diri dan penyakit mental akibat krisis keuangan diperkirakan akan meningkat.

Seorang wanita berusia 90 tahun di negara bagian Ohio, AS, bunuh diri dengan menembak diri sendiri karena rugi.

Tragis

Dari Los Angeles, California, AS, muncul berita paling mengenaskan atau kisah tragis. Satu keluarga, pemilik mobil-mobil mewah seperti Mercedes, BMW, dan Porsche, ditemukan tewas pada Senin, 6 Oktober.

Karthik Rajaram (45) menembak ibu mertua, mertua, istri, dan tiga anaknya, sebelum menembak diri sendiri.

Rajaram—mantan analis keuangan di PricewaterhouseCoopers dan Sony Pictures—meninggalkan dua surat sebelum bunuh diri.

Rajaram adalah imigran asal India dan menjadi warga AS. Dia lahir di India dan beranjak dewasa di Bangalore serta lulus tahun 1985 dari Indian Institute of Technology di Chennai, Madras.

Mungkin tidak heran jika para pemimpin G-8 sekarang ini sedang berusaha meredakan kepanikan pasar. Salah satu tujuannya meredakan kepanikan warga.

Presiden Bush Akan Ajak G-20


Pasar Diduga Sudah Mencapai Kondisi Terburuk dan Segera Pulih

Getty Images/Alex Wong / Kompas Images
Presiden AS George W Bush (tengah) memberikan pernyataan, didampingi (dari kiri) Ketua Forum Stabilitas Finansial Mario Draghi, Managing Director IMF Dominique Strauss-Kahn, Menteri Keuangan (Menkeu) Eurogroup Jean-Claude Juncker, Menkeu Jepang Shoichi Nakagawa, Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice, Menkeu AS Henry Paulson, Menkeu Perancis Christine Lagarde, Menkeu Kanada James Flaherty, Menkeu Inggris Alistair Darling, Menkeu Italia Giulio Tremonti, Menkeu Jerman Peer Steinbrueck, dan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick, setelah pertemuan menkeu negara G-7 dan pemimpin lembaga keuangan internasional di Ruangan Roosevelt Gedung Putih, Sabtu (11/10) di Washington DC. Menkeu dan pemimpin lembaga keuangan berada di Washington untuk mengikuti pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia.
Minggu, 12 Oktober 2008 | 03:00 WIB

Washington, Sabtu - Presiden Amerika Serikat George W Bush, Sabtu (11/10), berjanji merangkul kelompok 20 negara atau G-20 untuk bersama-sama mengatasi krisis. Upaya itu dilakukan agar dunia bersatu meredakan kepanikan luar biasa di pasar yang membuat upaya penyelamatan sektor keuangan masih terganggu.

Demikian dikatakan Presiden Bush saat bertemu dengan menteri keuangan (menkeu) G-7 (Kanada, AS, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, dan Jepang) di Gedung Putih. Pertemuan ini dilakukan setelah pertemuan menkeu G-7, Jumat di Washington.

Setelah bertemu dengan Bush, anggota Dana Moneter Internasional (IMF) dari 189 negara juga melakukan pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Washington, Sabtu.

”Ini keadaan yang luar bisa dan membutuhkan tindakan seragam,” kata Bush. Ajakan Bush untuk bekerja sama dengan G-20 bertujuan mencegah munculnya kebijakan yang tak seragam yang akan memperburuk keadaan.

G-20 antara lain mencakup China, Rusia, Arab Saudi, Brasil, dan India. Kekuatan G-7 tidak lagi memadai karena kekayaan dunia serta keberadaan para investor global tidak lagi terkonsentrasi di negara G-7.

Meski Bush berjanji melakukan kerja sama, tidak ada rincian yang jelas soal itu. Bush malah mengingatkan munculnya fenomena beggar-thy-neighbor policies, seperti yang terjadi saat Depresi Besar 1930-an. Istilah beggar-thy-neighbor policies merujuk pada peluncuran kebijakan ekonomi yang dilakukan satu negara, yang akan berdampak negatif bagi negara lain.

”Pada masa lalu pernah terjadi, di mana negara-negara maju menghabiskan energi untuk saling menyerang atau saling melindungi diri. Keadaan sudah berbeda. Para pemimpin berkumpul di Washington untuk bekerja dengan tujuan sama,” kata Bush.

Saat Depresi Besar berlangsung, terjadi perang tarif di antara kekuatan perdagangan dunia, yang memacetkan perdagangan dunia. Ada negara yang memerosotkan nilai mata uang agar membuat barang ekspor murah dan laku di negara lain. Di sisi lain, langkah ini diikuti dengan peningkatan tarif untuk menghambat impor dari negara lain. Ini malah membuat Depresi Besar berlangsung 10 tahun.

Pada saat krisis terjadi, istilah itu kembali mencuat. Irlandia sebagai anggota Uni Eropa mendadak menjamin semua simpanan nasabah bank di negaranya. Jerman melakukan hal serupa, yang membuat terjadi pemindahan tabungan dari negara lain ke Irlandia dan Jerman. Hal ini membuat rekan Uni Eropa mereka jengkel.

Dalam wawancara dengan majalah Der Spiegel, Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier menepis kritik itu.

China juga menjadi salah satu negara yang tertuduh melakukan hal serupa, misalnya dengan memerintahkan lembaga keuangannya agar tidak membeli surat-surat berharga AS, walau otoritas China membantah.

Kantor berita Agence France- Presse menuliskan, muncul spekulasi bagaimana China dan Jepang memainkan cadangan devisa mereka, 2,8 triliun dollar AS, selama masa krisis ini.

Lima langkah

Dalam kesimpulan pertemuan menkeu G-7, Menkeu AS Henry Paulson mengatakan, lima rencana akan diluncurkan untuk meredakan kepanikan pasar. Rencana itu adalah melindungi bank besar dari kebangkrutan, memperlancar aliran kredit, menaikkan modal bank, melindungi simpanan nasabah, dan menghidupkan badan pembiayaan perumahan.

Menkeu Inggris Alistair Darling mengatakan, ”Kini dibutuhkan tindakan dari sekadar omongan.”

Mark Zandi, ekonom AS, mengatakan tidak ada langkah jelas dari G-7. ”Kepanikan tak akan reda hingga pasar yakin langkah-langkah itu dilakukan segera,” katanya.

Namun, Mark Fightmaster dari Schaeffer’s Investment Research mengatakan, kejatuhan indeks diperkirakan sudah mencapai titik nadir.

Menurut Barry Ritholtz dari Ritholtz Research and Analytics, ”Sudah ada gejala yang mengindikasikan kita sudah berada di dasar dan ada kesempatan membeli saham dengan potensi akan naik 20 hingga 30 persen dari posisi indeks sekarang.” (REUTERS/AP/AFP/MON)

Sehari, Iklan Obama Habis Rp 31,3 Miliar

John McCain (kiri) bersama rivalnya Barack Obama saat berada bersama di satu panggung dalam debat pertama di University of Mississippi, 26 September 2008


Saat hampir semua jajak pendapat nasional maupun negara bagian mengunggulkan Obama, capres Demokrat itu tak banyak menyerang lawannya, McCain, dalam setiap iklannya. Pekan lalu, hanya 34 persen iklan Obama berisi serangan langsung terhadap McCain. Itu menurut peneltian Wisconsin Advertising Project di University of Wisconsin-Madison.

Iklan terbaru Obama diluncurkan setelah pasangan McCain, Sarah Palin, menuduh Obama berhubungan dengan tokoh radikal 1960an Bill Ayers.

Kamis, 09 Oktober 2008

Pelajaran dari Pemilu AS


Oleh Abdillah Toha

Alangkah beruntungnya rakyat Amerika Serikat menjelang pemilu yang akan diselenggarakan bulan depan.

Mereka menghadapi pilihan yang jelas dari dua calon yang berbeda. Antara memilih calon yang diajukan Partai Republik dan calon dari Partai Demokrat. Antara kandidat Barack Obama yang menawarkan penarikan mundur tentara AS dari Irak dalam waktu 18 bulan setelah dilantik dan John McCain yang ingin mempertahankan serdadu AS di sana selama mungkin.

Rakyat AS beruntung karena bisa melihat jelas perbedaan program kedua capres. Obama yang menawarkan penurunan pajak bagi penduduk yang ada di kelas menengah, tetapi mengenakan pajak keuntungan transaksi modal saham (capital gain tax) dibandingkan MacCain yang enggan menurunkan pajak bagi kelas bawah, tetapi akan mengurangi pajak kelompok korporasi besar dengan harapan dapat menstimulasi ekonomi sekaligus menciptakan peluang kerja.

Pemilih AS juga bisa memilih antara kandidat muda yang akan menggunakan soft power dengan jalur diplomasi dalam hubungan luar negerinya untuk mengembalikan kepercayaan dunia dan martabat AS yang hilang di bawah Presiden Bush, dengan McCain yang bila terpilih akan menjadi presiden tertua dalam sejarah AS dan cenderung melindungi AS dengan pendekatan kekuatan dan hard power.

Obama yang mendukung kebebasan untuk aborsi (pro-choice) dan menawarkan kebijakan bantuan kesehatan langsung dari pemerintah serta mewajibkan perusahaan menanggung asuransi kesehatan bagi karyawannya, berbeda dengan McCain yang anti-aborsi dan mengandalkan pelayanan kesehatan kepada pasar dengan memberikan tax credit dan refund terbatas kepada pengguna asuransi kesehatan.

Pelajaran

Kontras dan perbedaan mencolok di antara kedua kandidat itu juga disuguhkan dalam komunikasi politik efektif dengan kemampuan dan artikulasi berpidato yang memukau, seperti tampak dalam Konvensi Partai, debat presiden, dan wakil presiden. Tidak satu pun kandidat gagap saat berhadapan dengan massa. Semua program disampaikan secara terbuka dan penguasaan substansi amat jelas saat diadu berdebat.

Pemilih AS juga beruntung tak akan menghadapi pemilu presiden dalam dua putaran. Mereka tidak akan dibuat bingung menghadapi banyak partai dan capres karena kandidat presiden dan wapres AS hanya dua pasang yang dicalonkan dua partai berbeda. Para capres Amerika yang sudah pernah kalah dan ditolak rakyat dalam pemilu sebelumnya tahu diri dan tidak berambisi maju lagi sehingga kandidat sekarang adalah wajah-wajah baru.

Sikap yang ditunjukkan Hillary Clinton dan suaminya, mantan Presiden Bill Clinton, merupakan pelajaran tersendiri bagi politisi Indonesia. Hillary yang mendapat dukungan popularitas terbanyak dengan 18 juta suara pada tingkat pendahuluan dan kalah pada penghitungan elektorat, meski dia dan pendukungnya kecewa, menunjukkan sportivitas tingkat negarawan sejati. Dengan semangat tinggi, suami-istri itu mengajak seluruh pendukungnya bersatu menjadikan Obama satu-satunya pilihan mereka.

Meski Obama belum tentu meraih kemenangan dalam pemilu nanti, terpilihnya seorang dari kelompok minoritas kulit hitam sebagai calon presiden dari Partai Demokrat telah mengukir sejarah tersendiri dalam kehidupan demokrasi di AS. Bila kelak dia terpilih sebagai presiden, AS akan tercatat dalam sejarah demokrasi modern sebagai negara yang tak mengenal diskriminasi ras dan asal kandidat dalam kehidupan politik. Ini pelajaran bagi kita yang sering berasumsi, hanya orang Jawa yang layak menduduki jabatan politik tertinggi di sini.

Banyak pihak sepakat, siapa pun yang akan menjadi presiden baru AS tidak akan lebih buruk dari presiden sekarang. Kalaupun ada, sisi negatif pemilu itu adalah kecenderungan kampanye negatif, terutama oleh (kandidat) Partai Republik. Kampanye negatif gaya Karl Rove mencuat saat MacCain tidak merasa mengkritik kebijakan lawan, tetapi harus menyerang latar belakang dan kepribadian Obama dalam kampanye dan iklan-iklannya.

Nyaris sama

Akhirnya, betapapun kontrasnya kedua kandidat dalam hampir semua posisi politiknya, dalam satu hal mereka nyaris sama. Kedua kandidat tidak punya keberanian melawan tekanan lobi Israel sebagai kelompok kepentingan yang amat berkuasa di AS. Keduanya sama-sama memberi dukungan tanpa reserve kepada Israel dan berjanji melindunginya dari tiap lawannya.

Obama yang dalam kampanyenya berkali-kali berjanji akan membersihkan Washington dari berbagai kelompok kepentingan yang mengendalikan Pemerintah AS terbukti lebih dulu takluk kepada lobi Israel, bahkan sebelum dia menghuni Gedung Putih.

Abdillah Toha Anggota Komisi I DPR;

Kegagalan Pencalonan Wapres di AS


Oleh R William Liddle

Bagaimana sebaiknya proses pencalonan wakil presiden dalam sistem pemerintahan presidensial? Baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat, pilihan calon wapres ditentukan presiden terpilih. Cara itu belum tentu menghasilkan calon terbaik. Lihat apa yang terjadi di AS.

Dalam Partai Demokrat, Barack Obama memilih Joe Biden, senator kawakan dari Negara Bagian Delaware, lelaki, beragama Katolik, berumur 65 tahun. Sementara itu, John Mc Cain, dari Partai Republik memilih Sarah Palin, perempuan, gubernur baru Negara Bagian Alaska, beragama Protestan Evangelis, berusia 44 tahun.

Pertimbangan apa yang digunakan untuk memilih dua orang yang begitu berbeda ini?

Proses pemilihan

Konon, Joe Biden memperkuat tiga kelemahan Obama. Pertama, Biden yang berjasa di Senat sejak 1973—Obama baru masuk tahun 2005—diharapkan meyakinkan para pemilih yang ragu bahwa Presiden Obama akan didampingi politikus matang.

Kedua, sebagai Ketua Panitia Hubungan Internasional di Senat dan ahli kebijakan luar negeri, reputasi Biden melebihi Obama.

Ketiga, Biden juga berhubungan baik dengan buruh, kelompok besar Partai Demokrat.

Dari kubu Partai Republik, mengapa John McCain memilih Sarah Palin sebagai pendampingnya? Mungkin alasan utamanya adalah kedekatan pada social conservatives, kaum Protestan fundamentalis, dan Katolik kanan. Sebagai seorang perempuan, Palin diharapkan menggaet suara perempuan Demokrat yang kecewa setelah Hillary Clinton gagal dipilih partainya sendiri.

Selain itu, McCain dilaporkan amat terkesan saat Palin menyerang korupsi di Partai Republik Alaska. Menurut versi ini, McCain memandang Palin sebagai seorang maverick, individu yang hidup menurut peraturannya sendiri, peran yang selama ini dimainkan McCain di Senat.

Yang hampir luput dari analisis ini adalah perbedaan dalam proses memilih dua cawapres. Jauh sebelum konvensi, Obama membentuk tim untuk menyaring nama-nama calon. Lalu, beberapa kandidat yang masuk short list, calon paling kuat diwawancarai intensif. Proses ini menghasilkan Biden, cawapres yang memenuhi syarat untuk menjadi presiden jika Obama tidak menyelesaikan masa jabatannya.

Sebaliknya, pada kubu McCain sama sekali tak terdengar kabar adanya prosedur pemilihan cawapres. McCain sendiri dikabarkan berhasrat mengangkat Senator Joe Lieberman, mitra setianya dalam kebijakan garis keras di Timur Tengah. Pilihan itu dilawan staf terdekatnya karena Lieberman ditampik kaum konservatif sosial. Palin dipilih mendadak menjelang konvensi tanpa penelitian. McCain sendiri mengaku baru bertemu satu kali sebelum posisi wapres ditawarkan kepadanya pada Agustus lalu.

Pelajaran

Saat membaca berita itu, bulu roma saya merinding. McCain berumur 72 tahun dan pernah dioperasi kanker melanoma. Jika McCain tidak menyelesaikan masa jabatannya, AS akan dipimpin seorang mantan wali kota dan gubernur negara bagian sebesar satu kabupaten di Indonesia. Yang jelas, masyarakat AS tidak diberi waktu cukup untuk menilai kemampuannya memerintah. Hal itu berbeda dengan posisi Obama, yang menjadi tokoh nasional sejak 2005, dan mulai kampanye presidensial awal 2007.

Keprihatinan saya beralasan. Setelah dicalonkan, Palin berkali- kali gagal menjelaskan sikapnya terkait topik-topik penting saat diwawancarai wartawan televisi nasional. Lalu, tim kampanye melarang Palin berbicara di muka umum sebelum perdebatan pekan lalu ”melawan” Biden. Dalam perdebatan itu, Palin kelihatan menghafal beberapa jawaban pokok. Saat ditanya tentang hal-hal lain, ia mengelak atau memanfaatkan kesempatan untuk mengingatkan para pemilih bahwa dia adalah seorang ibu yang baik dan gubernur yang melawan korupsi di negara bagiannya. Sebaliknya, Biden memperlihatkan pengetahuannya yang dalam dan meyakinkan tentang isu-isu penting yang sedang dihadapi AS. Ia membuktikan kemampuannya menjadi presiden jika Obama tidak menyelesaikan masa jabatannya.

Pelajaran yang bisa dipetik dari kisah ini? Dari satu segi, McCain bersalah karena memilih cawapres secara ”tak bertanggung jawab”. Namun, saya juga melihat sebuah kegagalan lembaga dalam kisah ini. Mungkin partai-partai besar di AS terlalu menggantungkan nasibnya tiap empat tahun kepada tokoh-tokoh yang hanya menjadi pemimpinnya selama masa kampanye pendek, antara konvensi dan pemilu, jika tidak berhasil dipilih sebagai presiden. Namun, terus terang saya belum menemukan cara memperbaiki kelemahan ini.

R William Liddle Profesor Ilmu Politik, Ohio State University, Columbus Ohio, AS

Badawi Bersedia Mundur


Wakil PM Najib Razak
Diyakini Akan Jadi Pengganti

Kamis, 9 Oktober 2008 | 02:16 WIB

Kuala Lumpur, Rabu - Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi akan mundur pada Maret mendatang kemudian menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil PM Najib Razak. Pernyataan Badawi dalam jumpa pers, Rabu (8/10), itu mengakhiri ketidakjelasan nasib Badawi yang akhir-akhir ini didesak mundur setelah koalisi Barisan Nasional kalah dalam pemilu Maret lalu.

Keputusan untuk mengundurkan diri itu berarti Badawi tidak akan maju lagi mencalonkan diri menjadi Presiden Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), partai utama dalam koalisi berkuasa, pada Maret mendatang.

Secara tradisi, siapa pun pemimpin UMNO otomatis akan menjadi PM Malaysia. ”Saya tak akan maju di pemilihan presiden UMNO. Saya ingin partai ini bersatu,” kata Badawi.

Badawi menambahkan, ia akan menyerahkan kekuasaan PM kepada Najib setelah Najib menang pemilihan di majelis umum. Oleh karena itu, Badawi berharap UMNO akan memberikan kekuasaan PM kepada Najib. ”Saya yakin ia akan menang. Transisi kekuasaan akan dilakukan setelah presiden UMNO baru terpilih. Saya sangat berharap Najib akan bisa jadi pengganti saya,” ujarnya.

Pengumuman resmi Badawi itu muncul setelah sebelumnya ia berbicara dengan para pemimpin 13 partai dalam koalisi Front Nasional yang didominasi UMNO. Di depan partai koalisi, Badawi menyatakan mundur karena tidak ingin UMNO ataupun Front Nasional terpecah belah. ”Saya tidak ingin melihat ada perpecahan partai dan koalisi ini, tetapi saya ingin kita bersatu dan harmonis,” katanya.

Badawi yang sebelumnya telah berencana menyerahkan kekuasaan kepada Najib tahun 2010 akan menjadi PM yang paling pendek masa kekuasaannya dalam sejarah Malaysia.

Meski tak berhasil mewujudkan reformasi dalam hal hukum dan menumpas korupsi, seperti janjinya saat dilantik menjadi PM tahun 2003, Badawi berjanji akan tetap berusaha. ”Sisa waktu saya ini akan saya pakai untuk memenuhi janji,” ujarnya.

UMNO yang mendominasi politik Malaysia sejak merdeka dari Inggris tahun 1957 mendesak Badawi mundur setelah makin banyak anggota UMNO yang menarik dukungan. Badawi juga menghadapi pemimpin oposisi Anwar Ibrahim yang berusaha menggulingkan pemerintahan Badawi dengan meraih dukungan dari anggota parlemen yang ”membelot”.

Namun para pengamat mengatakan, Anwar kemungkinan besar akan menghadapi perlawanan sengit dari koalisi berkuasa apabila Najib yang menjadi PM. ”Makin cepat Najib mengambil alih kekuasaan PM, kemungkinan besar Barisan Nasional dapat diselamatkan. Anwar sangat tahu Najib adalah orang yang kuat dan sulit dikalahkan,” kata pengamat politik Mohamad Mustafa Ishak.

Najib imbangi Anwar

Meski Najib (55) diyakini akan sanggup menandingi Anwar, berbagai pengamat tidak yakin Najib bisa menangani masalah politik dan ekonomi yang membelit Malaysia. Ekonomi Malaysia dengan orientasi ekspor dikhawatirkan terkena dampak dari krisis finansial di AS.

”Selama ini Najib dinilai keras dan terlalu pro-Melayu. Meski tangguh, tetap saja ia datang dari partai yang sedang dalam krisis. Masalah ekonomi terbukti menjadi kelemahan Badawi. Saya yakin itu juga akan menjadi kelemahan Najib,” kata Bridget Welsh, pengamat politik Malaysia di Johns Hopkins University.

Namun, Najib juga diharapkan bisa mempersatukan semua pihak di dalam tubuh UMNO dan koalisi Barisan Nasional untuk bisa menghadapi oposisi. Akan tetapi, itu akan sulit karena Najib masih terbelit tuduhan terlibat dalam kasus pembunuhan seorang model asal Mongolia. Selain itu, Najib juga pernah diselidiki terkait dugaan korupsi pembelian kapal selam pada tahun 2003.

Meski masih terbelit berbagai masalah, Badawi yakin Najib bisa bertahan karena cukup memiliki pengaruh di UMNO. Najib yang telah bergabung dengan UMNO sejak 1978 itu adalah putra mantan PM Abdul Razak sekaligus keponakan mantan PM Malaysia yang ketiga, yakni Hussein Onn. Najib yang selama ini terkenal keras membela etnis Melayu itu menjadi Wakil PM sejak 2004. (REUTERS/AFP/AP/LUK)


Debat Capres USA

McCain "Kehabisan" Peluang
Obama Unggul dalam Debat Kedua di Nashville

Getty Images / Kompas Images
Calon presiden dari Demokrat, Barack Obama (kiri), menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, sementara calon presiden dari Republik, John McCain, mendengarkan saat perdebatan berlangsung di Belmont University, Selasa (7/10) malam di Nashville, Tennessee, AS. Kedua calon presiden ini melakukan perdebatan dengan dasar pertanyaan yang diajukan kepada pendengar.
Kamis, 9 Oktober 2008 | 03:00 WIB

Nashville, Rabu - Tidak banyak hal baru yang diungkapkan dua kandidat presiden AS, Barack Obama dari Partai Demokrat dan John McCain dari Partai Republik, dalam debat kedua mereka. Hasilnya pun tidak banyak mengubah peta pertarungan yang masih mengunggulkan Obama.

Dalam debat kedua kandidat presiden AS yang digelar di Belmont University di Nashville, Tennessee, Selasa malam waktu setempat atau Rabu (8/10) pagi WIB, McCain menyerang Obama habis-habisan. Namun, dia gagal menjatuhkan Obama dengan telak terlihat dari jajak pendapat.

Jajak pendapat oleh CNN/Opinion Research Corp seusai debat memberikan kemenangan 54 persen bagi Obama lawan 30 persen bagi McCain. Jajak pendapat oleh CBS News juga menunjukkan kemenangan Obama atas McCain dengan 40 persen berbanding 26 persen.

Dengan hasil itu, McCain sepertinya telah ”kehabisan” peluang untuk mengatur kembali jalannya pertarungan. Kurang empat pekan dari pemilu AS, hanya tersisa satu debat kandidat presiden pada 15 Oktober.

Obama juga memperlebar selisih kemenangan di sejumlah negara bagian kunci. McCain berada di bawah tekanan untuk memperkecil selisih itu.

”Meskipun McCain berusaha keras, Senator Arizona itu tidak bisa merobohkan Obama yang menghindar dengan santai dan tidak bisa berbuat banyak untuk menangkis poin pernyataan (kandidat) Demokrat. Ini tidak cukup untuk mengubah dinamika pertarungan,” sebut editorial di Wall Street Journal.

Nyaman

Selama debat, McCain terlihat sangat nyaman dan sering melihat ke arah Obama, hal yang tidak terjadi di debat pertama. Format debat yang tanpa mimbar dan memungkinkan kandidat berdiri sangat dekat dengan penonton yang hadir adalah gaya kampanye favorit McCain.

Sama seperti debat pertama, debat kedua masih mengusung isu ekonomi, keamanan nasional, energi, dan politik luar negeri. Tidak jarang ”perang” karakter keduanya membuat suasana tegang dan meninggalkan kesunyian di ruang debat.

McCain mengusung rencana ”kejutan” dengan pengucuran dana sebesar 300 miliar dollar AS untuk membeli surat utang perumahan dari pemilik rumah yang mengalami persoalan finansial. ”Ini usulan saya, bukan usulan Senator Obama, bukan usulan Presiden (George W) Bush,” kata McCain.

Obama kembali menghubungkan McCain dengan Presiden Bush dan mengatakan krisis finansial sebagai vonis akhir atas kebijakan ekonomi yang gagal selama delapan tahun terakhir yang didukung McCain.

Panas

Suasana panas saat sampai pada topik kebijakan luar negeri. McCain mengatakan Obama akan menginvasi Pakistan.

”Dia telah mengumumkan akan menyerang Pakistan. Saya tidak akan mengirimkan pukulan saya melalui telegram, seperti yang dilakukannya,” kata McCain.

Obama balik menyerang dengan mengutip rekaman video di YouTube. ”Inilah orang yang menyanyikan bom, bom, bom Iran dan menyerukan pembasmian Korea Utara. Saya kira itu bukan contoh berbicara diam-diam,” ujarnya.

Perdebatan keduanya soal Irak juga belum beranjak dari debat sebelumnya. McCain menyalahkan Obama karena menentang penambahan pasukan di Irak yang dipuji karena berhasil mengurangi kekerasan.

”Dia salah soal Irak dan penambahan pasukan. Dia salah soal Rusia saat mereka menyerang Georgia. Dan, dalam kariernya yang pendek, dia tidak memahami tantangan keamanan nasional kita. Tidak ada waktu untuk latihan,” kata McCain.

Obama menyanggah dengan mengatakan bahwa dia tidak paham bagaimana AS menginvasi sebuah negara yang tidak ada hubungannya dengan tragedi 11 September 2001. (ap/afp/reuters/fro)

Potensi Resesi Makin Besar


Efek Domino Krisis AS
Menghantam Keras Kawasan Eropa

AP PHOTO/MANUEL BALCE CENETA / Kompas Images
Gubernur Bank Sentral AS Ben Bernanke berbicara dengan Asosiasi Nasional Ekonomi Bisnis di Washington.
Kamis, 9 Oktober 2008 | 03:00 WIB

WASHINGTON, Rabu - Potensi menuju resesi semakin dimungkinkan. Hal ini terjadi karena efek domino krisis keuangan AS turut memukul secara keras sistem perbankan Eropa. Kawasan ini didera krisis kepercayaan nasabah yang membuat bank diserbu dan kekurangan likuiditas.

Demikian isi laporan IMF dua tahunan, yang diluncurkan di Washington, Rabu (8/10). Krisis keuangan dimulai di AS, dengan kebangkrutan Lehman Brothers adalah pemicu terakhir.

Sebelumnya, krisis keuangan di AS ini diperkirakan tidak akan mengimbas keras kawasan Eropa. Akan tetapi, kepanikan nasabah bank di Eropa telah memicu penarikan dana besar-besaran dan menyebabkan nasionalisasi atas sejumlah bank di Eropa.

Hal ini telah mengakibatkan bank-bank kekurangan likuiditas dan membuat sistem perbankan di Eropa enggan saling meminjamkan dana. Keengganan ini membuat bank tak berjalan normal. Pembiayaan transaksi bisnis, transaksi uang, dan transaksi saham pun terganggu.

Kepanikan nasabah di Eropa telah menjelma menjadi kekhawatiran para investor di bursa, yang membuat mereka memperkirakan kinerja perusahaan akan anjlok. Hal ini membuat bursa saham berjumpalitan.

Penurunan serius

Oleh karena itu, menurut IMF, dunia kini sedang memasuki sebuah penurunan aktivitas ekonomi yang serius dan di ambang kejutan ekonomi paling berbahaya sejak Depresi Besar dekade 1930-an. Ini artinya kegiatan ekonomi trans-Atlantik (Eropa-AS), kekuatan ekonomi terbesar di dunia, telah terganggu.

Hal ini dipicu kebangkrutan sejumlah perbankan Eropa, yang turut membiayai sektor perumahan AS, yang mengalami kelesuan. Akibatnya, sejumlah perbankan diserbu nasabah. Kepanikan nasabah, yang dimulai di Irlandia, menghasilkan efek domino berupa rentetan kebangkrutan bank di seantero Eropa.

IMF meramalkan, pertumbuhan zona euro—15 negara pengguna mata uang tunggal euro— akan menurun menjadi 1,3 persen pada 2008, atau turun dari 2,6 persen yang diperkirakan sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi zona euro juga akan turun lagi menjadi hanya 0,2 persen pada 2009. Sebelum krisis keuangan terbaru melanda zona euro, IMF meramalkan pertumbuhan di kawasan itu masih antara 1,7 dan 1,8 persen pada 2009.

Dampak dari penurunan aktivitas ekonomi trans-Atlantik jelas akan menurunkan daya serap ekonomi negara itu terhadap impor asal Asia. Penurunan ekonomi itu juga akan berdampak pada berkurangnya kemampuan membantu negara lain. Setidaknya, permintaan PBB agar negara-negara kaya menyalurkan bantuan sebesar 0,7 persen dari total nilai produk domestik bruto (PDB) tak bisa dipenuhi. Setidaknya, jumlah absolut bantuan, yang disebut sebagai official development assistance (ODA), bantuan resmi, akan berkurang.

Setidaknya, penurunan ini juga akan menurunkan kemampuan pembiayaan untuk mewujudkan program Millennium Development Goals (MDGs), pemberantasan kemiskinan dengan salah satu targetnya adalah penurunan jumlah penduduk miskin menjadi setengah pada 2015 dari sekitar 1,2 miliar orang sekarang ini. (REUTERS/AP/AFP/MON)

Selasa, 07 Oktober 2008

Saya "Nyoblos" kalau...


Selasa, 7 Oktober 2008 | 01:53 WIB

Oleh Budiarto Shambazy

Ekonomi Amerika Serikat menjalani ekspansi terpanjang pada era Presiden Bill Clinton (1992-2000). Ia mewarisi surplus perdagangan 237 miliar dollar AS (2000) dan membuka 22 juta lowongan kerja.

Pengangguran mencapai tingkat terendah dalam 30 tahun, dari 6,9 persen (1993) ke 4 persen (2000). Tingkat inflasi juga berada di tingkat terendah sejak era Presiden John F Kennedy, yakni rata-rata 2,5 persen.

Pertumbuhan rata-rata 4 persen per tahun selama 116 bulan—tertinggi dalam sejarah. Jumlah orang miskin berkurang 7 juta dari 15,1 persen (1993) ke 11,8 persen (2000), pertama kalinya terjadi dalam 30 tahun.

AS pengutang terbesar di dunia yang di awal masa Clinton berjumlah 5,3 triliun dollar AS. Pada akhir masa jabatan ia menurunkannya 0,2 persen dari 5,769 ke 5,638 triliun dollar AS.

Ekspansi yang menyejahterakan 100 juta kelas menengah itu menguap setelah George W Bush terpilih tahun 2000. Selama 8 tahun Bush menggandakan jumlah utang menembus 10 triliun dollar AS per 30 September 2008.

Jumlah 10 triliun dollar AS itu 69 persen dari produk domestik bruto (PDB), angka yang tertinggi sejak 1955. Penyebab kenaikan itu adalah, pertama, tabiat Bush yang gemar mengurangi pajak bagi kelompok kaya.

Kedua, utang akibat invasi ke Irak yang telah menghabiskan 600 miliar dollar AS. Dan, ketiga, Bush gagal mengawasi ketat praktik bisnis kongkalikong dan patgulipat para eksekutif Wall Street.

Contohnya Enron yang bangkrut dan memperoleh perlakuan istimewa digelontori dana talangan dari pemerintah. Ternyata, Enron menerapkan praktik bisnis ilegal—termasuk menyuap orang-orang Bush dan melakukan insider trading.

Seperti Bush, capres dari Partai Republik, John McCain, sami mawon. Ia mendukung kebijakan Bush memberikan potongan pajak bagi kalangan kaya.

McCain sejak awal mendukung pemborosan anggaran untuk mengobrak-abrik Irak. McCain pun, yang tak punya resep jitu mengawasi Wall Street, gagal memprediksi terjadinya krismon.

Ibarat sepak bola, McCain melakukan ”bunuh diri” pada 15 September lalu dengan mengatakan ”ekonomi AS secara fundamental bagus”. Pada hari yang sama, Lehman Brothers dinyatakan bangkrut.

Capres Barack Obama benar mengatakan McCain out of touch dengan kelas menengah. Maklum, McCain punya sembilan rumah/apartemen dan beristrikan pewaris pabrik bir raksasa, Miller.

Berbeda dengan Obama yang ibunya sempat nganggur hingga terpaksa ikut antrean kupon makanan gratis jatah dari pemerintah. Berbeda dengan McCain, Obama tanggap mengantisipasi krismon.

Tanggal 22 Maret 2007 ia menyurati Gubernur Bank Sentral Ben Bernanke dan Menkeu Henry Paulson. ”Saya minta Anda segera mengadakan KTT kepemilikan rumah dengan bank, investor, lembaga pemberi kredit, pelindung konsumen...,” kata Obama memperingatkan.

Andai Bernanke dan Paulson menanggapi peringatan Obama, krismon tak mustahil terhindari. Pemicu krismon sudah jelas, yakni foreclosure (rakyat tak mampu bayar cicilan utang rumah).

Foreclosure yang mulai menggejala hampir dua tahun lalu disebabkan kegagalan Bush melanjutkan ekspansi ekonomi Clinton. Jika diindonesiakan, gelar MBA yang dipunyai Bush lebih pantas disebut ”mémblé ajé”....

Misalnya, inflasi beberapa tahun terakhir ini mencapai rata-rata 5,4 persen; Clinton rata-rata 2,5 persen. Tingkat pengangguran per Agustus 6,1 persen dan diperkirakan melonjak sampai 7 persen di akhir 2008.

Sejak Januari, PHK rata-rata 76.000 per bulan. Padahal, angkatan baru yang butuh pekerjaan mencapai 100.000 per bulan—akibatnya terjadi minus 176.000 lowongan.

Selama 2008 ini total sudah 650.000 karyawan terkena PHK. Sampai Agustus jumlah penganggur 9,4 juta orang, naik dari 7,1 juta orang pada bulan yang sama tahun lalu.

Celakanya, ekonomi AS tergantung dari uang yang dibelanjakan. Jika rakyat sudah tak punya uang, dua pertiga bagian dari aktivitas ekonomi berhenti bagai mobil mengerem mendadak.

Nah, itulah penyebab terjadinya krismon. Lalu bagaimana akibatnya?

Tentu amat memukul karena krismon menggerogoti rasa confidence (kepercayaan) sistem ekonomi. Padahal, ekonomi AS dibangun di atas landasan confidence ini.

Kalau penggerogotan terlalu lama, rakyat menarik dana dari pasar (uang, saham, kredit, dana pensiun, dan lain-lain) dan menyimpannya di bawah kasur. Itu sebabnya, bail out langkah yang wajar walau secara politis ia a necessary evil karena tak adil.

Para eksekutif Wall Street (seperti para taipan penerima BLBI) tak malu dibantu dana talangan. Dana 700 miliar dollar AS bersumber dari pajak yang dibayar 2.300 dollar AS oleh tiap orang.

Menurut perkiraan, dana yang dibutuhkan sedikitnya 2 triliun dollar AS. Apakah krismon bisa ditanggulangi, wallahu alam.

Harapan bertumpu pada Obama yang, sekali lagi, bisa memenangi pilpres berkat slogan ”it’s the economy, stupid!” Pilpres di sini mestinya berslogan ”it’s the poverty, stupid!”

Jumlah orang miskin yang hidup dengan uang kurang dari 1 dollar AS per hari telah melebihi 30 juta orang. Saya janji mau ”nyoblos” capres yang punya resep mengurangi jumlah orang miskin.

Tak usah ngomong berbusa-busa tentang NKRI, Pancasila, atau bahaya komunis lagi deh. Iya enggak sih?