Minggu, 12 Oktober 2008

Presiden Bush Akan Ajak G-20


Pasar Diduga Sudah Mencapai Kondisi Terburuk dan Segera Pulih

Getty Images/Alex Wong / Kompas Images
Presiden AS George W Bush (tengah) memberikan pernyataan, didampingi (dari kiri) Ketua Forum Stabilitas Finansial Mario Draghi, Managing Director IMF Dominique Strauss-Kahn, Menteri Keuangan (Menkeu) Eurogroup Jean-Claude Juncker, Menkeu Jepang Shoichi Nakagawa, Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice, Menkeu AS Henry Paulson, Menkeu Perancis Christine Lagarde, Menkeu Kanada James Flaherty, Menkeu Inggris Alistair Darling, Menkeu Italia Giulio Tremonti, Menkeu Jerman Peer Steinbrueck, dan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick, setelah pertemuan menkeu negara G-7 dan pemimpin lembaga keuangan internasional di Ruangan Roosevelt Gedung Putih, Sabtu (11/10) di Washington DC. Menkeu dan pemimpin lembaga keuangan berada di Washington untuk mengikuti pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia.
Minggu, 12 Oktober 2008 | 03:00 WIB

Washington, Sabtu - Presiden Amerika Serikat George W Bush, Sabtu (11/10), berjanji merangkul kelompok 20 negara atau G-20 untuk bersama-sama mengatasi krisis. Upaya itu dilakukan agar dunia bersatu meredakan kepanikan luar biasa di pasar yang membuat upaya penyelamatan sektor keuangan masih terganggu.

Demikian dikatakan Presiden Bush saat bertemu dengan menteri keuangan (menkeu) G-7 (Kanada, AS, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, dan Jepang) di Gedung Putih. Pertemuan ini dilakukan setelah pertemuan menkeu G-7, Jumat di Washington.

Setelah bertemu dengan Bush, anggota Dana Moneter Internasional (IMF) dari 189 negara juga melakukan pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Washington, Sabtu.

”Ini keadaan yang luar bisa dan membutuhkan tindakan seragam,” kata Bush. Ajakan Bush untuk bekerja sama dengan G-20 bertujuan mencegah munculnya kebijakan yang tak seragam yang akan memperburuk keadaan.

G-20 antara lain mencakup China, Rusia, Arab Saudi, Brasil, dan India. Kekuatan G-7 tidak lagi memadai karena kekayaan dunia serta keberadaan para investor global tidak lagi terkonsentrasi di negara G-7.

Meski Bush berjanji melakukan kerja sama, tidak ada rincian yang jelas soal itu. Bush malah mengingatkan munculnya fenomena beggar-thy-neighbor policies, seperti yang terjadi saat Depresi Besar 1930-an. Istilah beggar-thy-neighbor policies merujuk pada peluncuran kebijakan ekonomi yang dilakukan satu negara, yang akan berdampak negatif bagi negara lain.

”Pada masa lalu pernah terjadi, di mana negara-negara maju menghabiskan energi untuk saling menyerang atau saling melindungi diri. Keadaan sudah berbeda. Para pemimpin berkumpul di Washington untuk bekerja dengan tujuan sama,” kata Bush.

Saat Depresi Besar berlangsung, terjadi perang tarif di antara kekuatan perdagangan dunia, yang memacetkan perdagangan dunia. Ada negara yang memerosotkan nilai mata uang agar membuat barang ekspor murah dan laku di negara lain. Di sisi lain, langkah ini diikuti dengan peningkatan tarif untuk menghambat impor dari negara lain. Ini malah membuat Depresi Besar berlangsung 10 tahun.

Pada saat krisis terjadi, istilah itu kembali mencuat. Irlandia sebagai anggota Uni Eropa mendadak menjamin semua simpanan nasabah bank di negaranya. Jerman melakukan hal serupa, yang membuat terjadi pemindahan tabungan dari negara lain ke Irlandia dan Jerman. Hal ini membuat rekan Uni Eropa mereka jengkel.

Dalam wawancara dengan majalah Der Spiegel, Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier menepis kritik itu.

China juga menjadi salah satu negara yang tertuduh melakukan hal serupa, misalnya dengan memerintahkan lembaga keuangannya agar tidak membeli surat-surat berharga AS, walau otoritas China membantah.

Kantor berita Agence France- Presse menuliskan, muncul spekulasi bagaimana China dan Jepang memainkan cadangan devisa mereka, 2,8 triliun dollar AS, selama masa krisis ini.

Lima langkah

Dalam kesimpulan pertemuan menkeu G-7, Menkeu AS Henry Paulson mengatakan, lima rencana akan diluncurkan untuk meredakan kepanikan pasar. Rencana itu adalah melindungi bank besar dari kebangkrutan, memperlancar aliran kredit, menaikkan modal bank, melindungi simpanan nasabah, dan menghidupkan badan pembiayaan perumahan.

Menkeu Inggris Alistair Darling mengatakan, ”Kini dibutuhkan tindakan dari sekadar omongan.”

Mark Zandi, ekonom AS, mengatakan tidak ada langkah jelas dari G-7. ”Kepanikan tak akan reda hingga pasar yakin langkah-langkah itu dilakukan segera,” katanya.

Namun, Mark Fightmaster dari Schaeffer’s Investment Research mengatakan, kejatuhan indeks diperkirakan sudah mencapai titik nadir.

Menurut Barry Ritholtz dari Ritholtz Research and Analytics, ”Sudah ada gejala yang mengindikasikan kita sudah berada di dasar dan ada kesempatan membeli saham dengan potensi akan naik 20 hingga 30 persen dari posisi indeks sekarang.” (REUTERS/AP/AFP/MON)

Tidak ada komentar: