Jumat, 19 September 2008


Jumat, 19 September 2008 | 00:24 WIB

Bangkok, Kamis - Pada hari pertama memerintah, Perdana Menteri Thailand Somchai Wongsawat menunjukkan bahwa dia berniat untuk memusatkan perhatian pada isu politik domestik yang telah mendera Thailand selama beberapa pekan terakhir.

Dengan menempati kantor sementara di Dong Muang, bandara lama Bangkok, mulai Kamis (18/9), Somchai telah mengirimkan pesan kepada para pemrotes antipemerintah yang masih menduduki Gedung Pemerintah bahwa dia tidak akan menggunakan pendekatan yang konfrontatif.

Hal itu ditegaskan Kepala Kepolisian Bangkok Jenderal Pacharawat Wongsuwan yang menyatakan, ”Perdana Menteri menekankan penggunaan cara damai dan tidak akan ada penggunaan kekerasan terhadap pemrotes.”

Para pemrotes menolak penunjukan Somchai sebagai perdana menteri baru menggantikan Samak Sundaravej karena Somchai adalah ipar mantan PM Thaksin Shinawatra. Mereka menegaskan untuk tetap menduduki Gedung Pemerintah selama anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang dinilai penuh dengan sekutu Thaksin, menjadi perdana menteri di Thailand.

Penunjukan Somchai telah direstui Raja Bhumibol Adulyadej, Kamis. Daftar kabinet akan siap pada Senin pekan depan untuk mendapat persetujuan Raja.

Somchai juga memulai hari pertama dengan mengadakan pertemuan dengan pejabat dari Departemen Keuangan Thailand, Bank of Thailand, dan Bursa Efek Thailand untuk mendiskusikan dampak krisis keuangan AS terhadap perekonomian Thailand. Sebelumnya, Somchai juga bertemu dengan para pejabat di Departemen Luar Negeri Thailand untuk membicarakan sengketa perbatasan dengan Kamboja.

”Saya siap berbicara dengan Perdana Menteri Hun Sen untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan keuntungan bersama,” ujar Somchai.

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat setelah kedua negara saling melemparkan tuduhan baru bahwa pihak lain melanggar perbatasan. Thailand dan Kamboja berseteru soal tanah dan Kuil Preah Vihear di perbatasan, yang dinyatakan oleh PBB sebagai Warisan Dunia pada Juli lalu dan diputuskan oleh Pengadilan Internasional sebagai milik Kamboja tahun 1962. (ap/afp/fro)

Tidak ada komentar: