Minggu, 07 September 2008

Khadafi dan Rice Setelah 55 Tahun


Tripoli, Sabtu - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice, Jumat (5/9) petang waktu setempat, bertemu dengan pemimpin Libya, Moammar Khadafi, di Tripoli, Libya. Pertemuan antara seorang Menlu AS dan Khadafi ini merupakan yang pertama dalam 55 tahun sekaligus akhir dari permusuhan kedua negara selama beberapa dekade ini.

”Saya melihat kami telah memulai awal yang bagus. Ini hanya sebuah awal, tetapi setelah bertahun-tahun. Menurut saya, ini hal yang bagus bahwa AS dan Libya telah membangun jalan ke depan,” ujar Rice dalam jumpa pers seusai mengadakan pembicaraan dengan Khadafi.

Pembicaraan berlangsung sebelum jamuan buka puasa di tenda Khadafi yang pernah menjadi sasaran serangan pesawat pengebom AS pada tahun 1986. Serangan bom ini menyebabkan 40 orang tewas, termasuk putri angkat Khadafi. Serangan udara ini menjadi titik terendah permusuhan kedua negara yang berlangsung selama lima dekade terakhir ini.

Khadafi yang pernah dijuluki sebagai ”anjing galak” oleh Gedung Putih ini bersedia menerima Menlu AS setelah dia menjalankan program penghancuran senjata pembunuh massal lima tahun lalu. Washington juga pernah menilai Khadafi sebagai pendukung utama terorisme dan salah satu musuh utama AS.

Tuduhan ini berkenaan dengan pengakuan agen Libya bahwa Libya berada di balik ledakan bom yang menyebabkan jatuhnya pesawat Boeing 747 milik Pan Am nomor penerbangan 103 di atas Skotlandia tahun 1988. Sekitar 270 orang tewas dalam kejadian itu. Libya juga berada di balik serangan atas klub disko di Berlin, Jerman, tahun 1986 yang menewaskan tiga orang dan mencederai 229 orang lainnya.

Aksi Libya ini sebagai balasan atas serangan bom AS atas Tripoli dan Benghazi tahun 1986. Libya mengaku berada di balik serangan atas pesawat Pan Am dan bersedia membayar ganti rugi bagi keluarga korban. Kunjungan Rice ini mendapat kritik keras dari dalam negeri AS karena dilakukan sebelum Libya membayar ganti rugi tersebut.

Rice kemarin menegaskan, kehadirannya di Tripoli memperlihatkan bahwa Washington tidak pernah mempunyai musuh permanen. Rice juga menegaskan, segera setelah kunjungannya ini bakal ada seorang duta besar AS di Tripoli.

Kunjungan seorang Menlu AS ke Libya sebelumnya terjadi pada Mei 1953 yang dilakukan oleh John Foster Dulles. Kunjungan ini bahkan berlangsung sebelum Rice lahir. Menlu AS ke-66 ini lahir pada 14 November 1954.

”Kunjungan Rice menunjukkan bahwa Libya telah berubah, AS telah berubah, dan dunia telah berubah. Kini ada dialog, saling pengertian, dan perjanjian antarkedua negara,” ujar Menlu Libya Mohammed Abdel-Rahman Shalgam dalam jumpa pers.

Kalangan pejabat AS mengemukakan, Khadafi dan Rice membicarakan masalah yang luas. Khadafi lantas menyerahkan mandolin sebagai tanda mata bagi Rice. Kedua pihak berbicara soal konflik berdarah di Darfur, Sudan, situasi di Timur Tengah, terorisme dunia, dan berbagai topik lainnya.

Buka puasa

Dalam pertemuan itu, Khadafi mengenakan jubah putih dan bros Benua Afrika berwarna hijau. Dia tidak berjabatan tangan dengan Rice berkenaan dengan bulan puasa. Namun, pemimpin Libya itu menempatkan tangan kanannya tepat di jantung, dada kirinya.

Pembicaraan Khadafi dan Rice berlangsung di tenda Khadafi. Rice berada di Libya selama delapan jam, molor tiga jam dari jadwal semula. Keduanya kemudian melanjutkan acara dengan berbuka puasa di mana Khadafi menawarkan iftar, makanan tradisional Libya yang sering disajikan selama bulan Ramadhan.

Sekalipun pernah dijuluki sebagai ”anjing galak” dari Timur Tengah oleh Presiden Ronald Reagan, Khadafi dikenal sangat mengagumi kepintaran Rice.

”Saya mendukung perempuan Afrika yang tersayang ini,” ujar Khadafi soal Rice kepada stasiun televisi Al Jazeera tahun lalu. ”Saya kagum dan sangat bangga bagaimana dia bersandar dan memberikan petunjuk kepada para pemimpin Arab,” ujar Khadafi.

Sebelum berjumpa dengan Khadafi, Rice dan Shalgam mengadakan pembicaraan soal berbagai bidang, terutama dalam sektor perminyakan dan pendidikan. Kedua pihak juga membahas soal hak asasi di Libya, tetapi tidak dirinci kasus hak asasi yang dimaksud. (Reuters/AFP/ppg)/kompas

Tidak ada komentar: