Selasa, 02 September 2008

Politisi Tak Membosankan


BUDIARTO SHAMBAZY

Dinamika pilpres AS berubah drastis setelah John McCain (72) membuat kejutan memilih Sarah Palin (44) sebagai cawapres. Kampanye makin menarik karena narasi yang tersaji sampai 4 November makin dramatis.

Persaingan Barack Obama (47) dan Hillary Clinton (60) memecah belah kubu Demokrat sampai kini. Sejak awal tak ada yang menyangka McCain, Republikan yang suka anti-Republik, menyingkirkan Mike Huckabee, Mitt Romney, dan Rudy Giuliani.

Perhatian dunia tertuju pada pidato pengukuhan Obama yang memecahkan rekor disaksikan lebih dari 38 juta pemirsa di AS. Lalu, McCain mencuri momen memperkenalkan Palin, Gubernur Alaska yang baru sekali bertemu muka dengannya, sebelum jadwal Konvensi Nasional Republik (KNR).

Banyak yang terkejut dan menilai keputusan McCain merupakan perjudian besar. Saat perhatian tertuju pada ”gempa bumi politik” McCain-Palin, mendadak muncul ancaman badai Gustav yang membuat rakyat tak memedulikan KNR.

Lalu, terjadilah pembatalan pidato Presiden George W Bush-Wapres Dick Cheney di KNR, yang pasti gagal meningkatkan popularitas McCain-Palin di berbagai jajak pendapat. Sementara sisa waktu ke pilpres, yaitu pada 4 November 2008, hanya tinggal dua bulan.

Sejak awal hasil pilpres sukar diprediksi karena ketatnya persaingan Obama versus McCain dalam tiga bulan terakhir. Setelah Joe Biden (65) mendampingi Obama dan McCain memilih Palin, angka-angka di berbagai jajak pendapat tak berubah banyak.

Memang benar Obama-Biden masih unggul, tetapi selisihnya tak sampai dua digit atau masih tak lebih dari jumlah persentase margin of error. Jangan lupa, banyak jajak pendapat yang keliru sejak pemilihan dimulai Februari 2008 di Iowa.

Apa pun hasilnya kelak, McCain politikus ulung karena sangat berani berjudi memilih Palin. Ia satu tipe dengan Palin: sama-sama maverick yang mandiri dan berani melawan arus Partai Republik.

Palin lebih konservatif dibandingkan McCain sehingga lebih diterima kelompok kanan, seperti warga Protestan, rakyat pedalaman, dan—tentu saja—perempuan. Ia, misalnya, anti- aborsi, pro-National Rifle Association (NRA), dan mendukung nilai-nilai keluarga konservatif.

Ia menolak mengaborsi janinnya sendiri yang dideteksi menderita down syndrom. Ia salah satu dari sedikit tokoh perempuan yang aktif di NRA, kelompok fanatik yang menolak pengawasan kepemilikan senjata.

Palin dicintai kaum konservatif karena sempat mengurus lima anaknya walau aktif di politik—idola rakyat yang menjunjung tinggi nilai-nilai keluarga. Ia berpotensi menjadi perempuan wakil presiden pertama dalam sejarah.

Nah, McCain ingin merebut 18 juta suara pendukung Hillary Clinton, yang sebagian besar perempuan yang anti-Obama. Apakah perempuan pengikut Hillary otomatis mengalihkan suaranya kepada sesama kaum hawa yang kebetulan bernama Palin?

Teori ”perempuan mendukung perempuan” belum tentu berlaku. Tak sedikit perempuan justru pro-aborsi, mendukung pengawasan senjata karena sumber kriminalitas, dan tak setuju agama dicampur dengan politik.

Perjudian terbesar McCain adalah memilih Palin yang tak berpengalaman. McCain sudah 72 tahun, pernah terjangkit kanker kulit, dan sampai kini sukar mengangkat kedua lengannya akibat siksaan penjara di Vietnam.

Ada delapan presiden meninggal saat menjabat, yang terakhir Presiden John F Kennedy. Mari berandai-andai, McCain, yang pernah mengemukakan keinginan hanya mau memerintah satu periode, meninggal dunia saat menjadi presiden.

Otomatis Palin yang menggantikan dia memimpin negara adidaya dalam situasi global yang penuh tantangan. Osama bin Laden masih buron, perang di Irak dan Afganistan belum usai, tiba-tiba muncul krisis di Georgia dan Iran, serta Timur Tengah masih bergolak.

Apakah Palin, Gubernur Alaska yang berpopulasi tak sampai 700.000 jiwa, mampu menghadapi berbagai tantangan itu? Itulah esensi kritik berbagai kalangan terhadap duet Palin.

Oke, kubu Republik menuding Obama juga bukan politikus berpengalaman. Ia baru menjadi senator tahun 2006 dan, tak seperti Palin, belum pernah menjadi pejabat eksekutif seperti gubernur.

Argumen itu dengan mudah dipatahkan: mengapa McCain, yang memberikan cap Obama politikus masih hijau, justru memilih Palin yang masih bau kencur? Dalam istilah populer yang dilakukan McCain ”senjata makan tuan”.

Terlebih lagi McCain hanya satu kali berbicara empat mata dengan Palin sebelum ”meminangnya”. Ibaratnya, ini bukan pernikahan ideal karena sang pengantin baru satu kali bersua untuk mengarungi bahtera yang luas.

Bandingkan dengan persahabatan McCain dengan kedua sekutu politiknya di Senat, Hillary dan Obama, yang berlangsung akrab selama bertahun-tahun. Sering terbukti bahwa aliansi tiga senator ini justru kompak menghadapi musuh bersama yang bernama Presiden Bush.

Pada akhirnya yang dilakukan McCain tak lebih dari perjudian besar yang penuh risiko. Namun, dunia politik yang tak kenal ”dua tambah dua sama dengan empat” butuh politikus sekaliber McCain yang tak pernah membosankan.

Berbeda dengan politisi di sini yang berkaliber artis (komedian), cuma mengandalkan iklan, dan nyaris tak berpengalaman.

Tidak ada komentar: